Orang bilang, untaian kata dapat mewakili rasa. Orang bilang, untaian kata dapat menghancurkan segalanya. Orang bilang, untaian kata dapat membangun rasa percaya. Bagiku, untaian kata dapat memporak-porandakan rasa di dada. Apalagi ketika kau berkata bahwa semuanya tak lagi sama. Kita yang dahulu pernah sedekat nadi, namun kini harus saling berjauhan bagai bumi dan matahari. Kita yang dahulu pernah saling mengisi hari-hari, kini saling melupakan apa yang pernah terjadi. Secepat itukah, sebuah rasa harus kurelakan. Secepat itukah, rasa sayang harus diikhlaskan. Secepat itukah, hati ini harus dihancurkan. Kamu. Seorang yang berhasil mengisi hatiku beberapa belas bulan belakangan. Namun sayang, kini tak ada lagi yang bisa diharapkan. Dariku, yang masih memiliki perasaan.
Cinta.
Apa itu cinta?
Bagaimana rasa jatuh cinta?
Di umur remajaku ini, apakah tidak wajar bila aku belum pernah merasakan jatuh cinta?
Apa itu cinta?
Bagaimana rasa jatuh cinta?
Di umur remajaku ini, apakah tidak wajar bila aku belum pernah merasakan jatuh cinta?
Jujur, aku tidak
tertarik dengan laki-laki manapun, tapi bukan berarti aku suka sesama jenis.
Aku masih normal, hanya saja rasanya sulit untuk sekedar suka atau mengagumi
seseorang.
Aku sangat
bersyukur kepada Tuhan karna aku dilahirkan dengan otak yang cerdas, yahh
setidaknya bisa menjadi peringkat 1 paralel di sekolahku.
**
"Shef,
ngapain ngelamun?" tanya Revi sahabatku. Saat ini aku sedang bermain ke
rumahnya.
"Ha?"
aku tersadar dari lamunanku, lalu menatapnya bingung, "Ada
apa?" tanyaku sambil mengernyit.
"Kamu ngapain ngelamun yaelah,” jawabnya sambil memutar bola matanya sebal.
"Gak tuh, aku gak ngelamun,”
jawabku singkat sambil mengutak-atik smartphoneku. Sepi, tak ada chat sama sekali, tapi aku terbiasa akan
hal itu.
"Udah jelas
jelas ngelamun masi aja boong, alibi banget,”
ucapnya sambil makan popcorn dan lanjut fokus ke film yang
sedang kami tonton di rumahnya.
"Heum,” aku malas berbicara, entah kenapa aku merasa penat
dan ingin refreshing.
"Pergi
kemana gitu yuk,” celetukku malas.
"Kemana?"
tanya Revi, tak mengalihkan pandangannya sedikit pun dari layar
TV.
"Terserah,
yang penting bisa bikin fresh,”
jawabku agak malas, sejenak aku
meregangkan badan.
"Renang yuk,” jawab Revi setelah berpikir.
"Yukk,
dimana?" tanyaku langsung semangat.
"Bukit Daun aja, enak adem, sekalian nyari cogan juga, sambil
menyelam makan sandwich ye kan,”
jawab Revi ngelantur. Kebiasaannya sehari-hari.
"Heh, Kevinnya dikemanain
buk? Apa hubungannya juga coba nyelam sama makan sandwich,” jawabku cuek lalu mulai membereskan barang-barangku.
"Mau ke mana
Shef?" tanyanya sambil menatapku masih dengan seenaknya tiduran di
kasurnya yang empuk. Daya tariknya memang kuat sih, namun entah kenapa aku sedang tidak mood berlama-lama tiduran di kasurnya
itu.
"Katanya mau
renang, ah elah situ sendiri yang usul renang tapi masih tiduran mulu,” jawabku rada kesal
juga melihat muka polosnya yang mengerjap.
"Loh, jadi?
Sekarang?" tanyanya lagi.
"Gak, seabad
lagi buk,” jawabku malas sambil mengambil jaketku dan bersiap
pergi.
"Iye iye
gitu aja marah sihh,” jawabnya sambil
berdiri dan menggeliat.
"Cepet, kutunggu di luar,”
jawabku lalu keluar dari kamar besarnya. Sedikit menyebalkan memang, tapi sudah biasa.
Komentar
Posting Komentar