Orang bilang, untaian kata dapat mewakili rasa. Orang bilang, untaian kata dapat menghancurkan segalanya. Orang bilang, untaian kata dapat membangun rasa percaya. Bagiku, untaian kata dapat memporak-porandakan rasa di dada. Apalagi ketika kau berkata bahwa semuanya tak lagi sama. Kita yang dahulu pernah sedekat nadi, namun kini harus saling berjauhan bagai bumi dan matahari. Kita yang dahulu pernah saling mengisi hari-hari, kini saling melupakan apa yang pernah terjadi. Secepat itukah, sebuah rasa harus kurelakan. Secepat itukah, rasa sayang harus diikhlaskan. Secepat itukah, hati ini harus dihancurkan. Kamu. Seorang yang berhasil mengisi hatiku beberapa belas bulan belakangan. Namun sayang, kini tak ada lagi yang bisa diharapkan. Dariku, yang masih memiliki perasaan.
Terkadang,
kebahagiaan datang dari sesuatu yang awalnya kau benci.
Sincerely, Shefalia Anindita.
**
Cobaan apa lagi
ini?
Mengapa mereka
bisa tau?
Aku harus bagaimana?
Ya Allah,
Akankah semuanya
berakhir seperti dulu?
Apa yang harus
aku lakukan?
Shefalia POV.
Aku bingung,
lelah, resah. Apakah yang kudengar tadi itu mimpi?
Mengapa mereka
harus tau? Bagaimana caraku menghadapi semua ini?
Akankah semuanya
berakhir sama saja seperti dulu? Aku lelah ya
Allah. Aku tak kuat menahan ini semua sendirian. Biarlah
saat ini aku dipandang aneh oleh orang-orang karena menangis sendirian di taman
sekolah, apa peduli mereka? Tak ada!
Aku capek!
Ekspektasi pindah sekolah yang membahagiakan pupus
seketika karena perkataan Gisela
tadi. Aku lelah menghadapi semua ini sendiri! Bantu aku ya
Allah, apa yang harus kulakukan saat ini? Membiarkan berita itu menyebar dan
dihindari orang lagi seperti dulu? Tidak. Cukupkan
cobaan untukku ya Allah.
Kirimkan
malaikatmu ya Allah, bantu aku.
**
"Hayy,
kenapa menangis?" ada seorang laki-laki dengan rambut
cepak dan seragam yang agak amburadul
menghampiriku, mengapa ia peduli?
"Si..siapa
kamu?"
Sampai tergagap
aku dibuatnya, entah kenapa pancaran wajahnya membuat hatiku lebih tenang saat
ini.
"Kenalin,
namaku Bara," ohh
jadi namanya Bara. Mengapa ia di sini? Aku diam saja
tidak menanggapi perkataannya.
"Sudahlah
jangan menangis, nanti dikira orang aku ngapa-ngapain kamu lagi, kan gak
enak"
Dia mengatakannya
dengan tersenyum lebar. Manis. Haruskah aku
percaya?
"Kamu tuh
gak tau apa-apa, jadi lebih baik pergilah. Gak usah ikut campur urusanku!" Ya
Allah, apa yang kukatakan tadi? Itu refleks!
"Dih malah
ngambek, kayak kecebong kelelep"
Ha? Apa? Kecebong
kelelep? Ya Allah, aku tersenyum dibuatnya. Memangnya kecebong ada yang gak
kelelep ya? Kok becandanya gajelas gitu sih.
"Bisakah
kamu pergi dulu? Saat ini aku ingin sendirian," sepertinya refleksku mulai membaik. Aku tidak
membentaknya! Hehe.
"Baiklah,
yang penting ingat ya kalau namaku BARA"
Dia memberikan
penekanan pada namanya, baiklah Bara, aku akan mengingatmu.
**
Authors POV.
"Eh Sel, itu
Sepal kan?" tanya Angela saat mereka berdua akan
pergi ke kantin setelah bel istirahat berbunyi beberapa saat yang lalu.
"Eh, iya ya,
dia ngapain tuh? Kayak ngomong sendiri gitu gak sih?" jawab Gisela dengan muka bingung.
"Gatau lah,
gila mungkin, udah ah yuk ke kantin, laperrr bettt," jawab Angela sambil menarik
tangan Gisela lebih kencang.
Di waktu yang
sama
"Eh Zah, itu
Shefa kan?" tanya seorang gadis berjilbab syar’i pada sahabatnya yang bernama Zahra.
"Iya itu Shefa, jadi daritadi dia di situ ya dan bolos
pelajaran," jawab Zahra dengan tatapan prihatin.
"Iya kali
ya, aku kasihan deh sama Shefa, belum apa-apa
udah dibully aja sama Gisela and the geng. Sepertinya dia frustasi," Rania pun ikut prihatin
melihat keadaan Shefa yang murung saat
ini.
"Nanti kita
ajak ngobrol aja di kelas, sekarang ke kantin yuk, laperr
nih," sahut Zahra sambil memegangi perutnya yang datar.
"Yaudah deh
yukk,” jawab Rania dengan semangat.
**
Shefalia POV.
Sepertinya hari
ini terasa lebih baik, aku tidak lagi memikirkan tentang perkataan Gisela dan gengnya yang terus saja menyindirku.
Mungkin aku mulai dapat terbiasa dengan
keadaan ini.
Tapi, hingga saat
ini, masih ada satu hal yang membuatku bertanya-tanya.
Siapakah Bara
itu?
Kenapa dia peduli
padaku?
Bahkan dia sampai
memintaku untuk mengingatnya.
Apa tujuannya?
Komentar
Posting Komentar