Langsung ke konten utama

Untaian Kata

Orang bilang, untaian kata dapat mewakili rasa. Orang bilang, untaian kata dapat menghancurkan segalanya. Orang bilang, untaian kata dapat membangun rasa percaya. Bagiku, untaian kata dapat memporak-porandakan rasa di dada. Apalagi ketika kau berkata bahwa semuanya tak lagi sama. Kita yang dahulu pernah sedekat nadi, namun kini harus saling berjauhan bagai bumi dan matahari. Kita yang dahulu pernah saling mengisi hari-hari, kini saling melupakan apa yang pernah terjadi. Secepat itukah, sebuah rasa harus kurelakan. Secepat itukah, rasa sayang harus diikhlaskan. Secepat itukah, hati ini harus dihancurkan. Kamu. Seorang yang berhasil mengisi hatiku beberapa belas bulan belakangan. Namun sayang, kini tak ada lagi yang bisa diharapkan. Dariku, yang masih memiliki perasaan.

Cuap Cuap

Ide. Dari dulu aku selalu tersendat di sini. Saat SD, kurasa aku memiliki banyak ide yang tak ada habisnya, namun saat aku bertambah umur dan mulai memiliki sedikit lebih banyak ilmu tentang kepenulisan, ketika kulihat lagi tulisan-tulisan lamaku, aku merasa tulisan itu sangat buruk. Bahasanya memang masih sangat gamblang -ciri khas tulisan anak kecil sepertinya- dan kurasa ide yang ada di dalamnya masih sangat mainstream. Aku sampai tak percaya, karyaku dulu yang begitu jelek seperti ini saja mendapat pujian dari orang tuaku, apakah mereka memang bermaksud untuk menyenangkanku saja? Belakangan, aku mengerti mengapa dulu ayah ibuku selalu mendukung apa pun langkah yang ku ambil. Karena dukungan dan motivasi orang terdekat memang sangat berpengaruh pada tingkat kepercayaan diri seseorang. Maka dari itu, jadilah aku yang sekarang. Aku yang memang masih sedikit ilmunya tentang kepenulisan dan nekat untuk mencoba menulis.
Awalnya, aku masih terbelit ide. Aku tak tahu apa yang harus kutulis, lalu kuputuskan untuk membuka tulisan lamaku yang pernah kutulis saat SD, dan aku pun berusaha meng-editnya dengan pedoman sedikit pengetahuanku yang bertambah. Ternyata hasilnya tak terlalu buruk, mamaku berkata bahwa tulisanku sudah mulai berkembang. Memang yang kutulis ini amat sederhana, namun kata mama aku sudah mulai bisa menuliskan lebih rinci tentang hal tersebut, meskipun belum lihai seperti penulis handal tentunya.
Kata mama, ide dalam menulis cerita bisa diambil dari pengalaman hidup dan kehidupan sehari-hari, maka dari itu mama sangat mendukungku untuk mencari pengalaman sebanyak mungkin. Ternyata mama memang benar, dengan adanya pengalaman aku jadi tak kekurangan ide saat ini -entah untuk ke depannya lagi hihi-, apa pun yang ada di otak langsung saja ku ketik tanpa memikirkan gaya bahasa lagi. Gaya bahasa bisa diperbaiki nanti jika sudah selesai menulis, tapi ide tak akan terulang lagi.
Entah kenapa saat ini aku memutuskan untuk menuliskan cuap-cuap yang mungkin kurang bermanfaat ini, namun yang jelas, aku sangat berterima kasih pada komunitas One Day One Post yang telah menambah ilmuku dan menuntunku untuk memperbaiki tulisanku yang selama ini jauh dari kata baik.

Salam ODOP!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

First Impression

“Shariaaa tungguinnnn,” teriak seorang gadis berjilbab putih dari ujung koridor sambil mengangkat sedikit rok biru dongker nya agar langkahnya lebih leluasa. Bros berwarna merah dengan bentuk stroberi yang terpasang manis di kepala sebelah kirinya berayun-ayun kecil mengikuti setiap langkah kakinya yang tergesa. Sementara di ujung koridor yang lain, gadis dengan seragam yang sama dengan gadis tadi masih berjalan santai tanpa menghiraukan teriakan kawannya itu. Langkahnya tetap sama, tanpa berkeinginan untuk mengurangi kecepatannya. Dari wajahnya tersirat senyuman iseng yang menyebalkan, tentu tanpa sepengetahuan kawannya. “ Hoy Shariaaa!! Tungguinn!” teriak gadis itu lagi sambil menambah kecepatannya untuk menyusul kawannya yang sedang menulikan diri. “ Hueh dipanggilin daritadi juga,” ucap gadis itu setelah bisa menyejajarkan langkahnya dengan gadis satunya, nafasnya lumayan terengah juga karena berlarian dari kelas mereka yang terletak di koridor paling ujung. “Salah sendiri...

Unexpected Meeting-8

Aku suka mendung di langit, tapi tidak di matamu. ** Saat itu, Shefa sedang duduk di bangku koridor depan kelasnya sambil membaca novel sendirian. Namun, tiba-tiba ada seorang laki-laki yang duduk di sampingnya. Awalnya Shefa tak menghiraukan laki-laki itu, karena dia sedang fokus untuk membaca novel karangan penulis favoritnya yang baru saja rilis. Ia juga sama sekali tak menengok sekadar untuk tahu siapa laki-laki itu. Ia sangat tak peduli. "Shef? Shefaa?" laki-laki itu mengibaskan tangannya di depan wajahku. Shefa yang merasa terganggu pun akhirnya melirik sedikit ke arahnya. “Kamu? Ngapain di sini??” tanya Shefa histeris, ia tak menyangka akan bertemu lagi dengan laki-laki menyebalkan ini. “Aku kan murid baru di sini, jadinya belum banyak tahu tentang sekolah. Jadi yaa, aku duduk di sini aja dehh. Deket sih dari kelasku,” laki-laki itu menjawabnya sambil tersenyum manis sebenarnya, namun yang Shefa rasakan hanyalah senyum kemunafikan. Shefa tak membalas uca...

Hujan?

Ketika riak air turun setitik demi setitik dari tata surya Ku bersuka cita menyelami kenikmatan dunia tiada tara Warna warni cahaya nan apik berbaur menjadi satu Karena itupun ku teringat masa lalu Ya, kenangan itu, terlintas begitu saja Bagai pelangi yang indah, namun hanya fatamorgana Senyum dan bayangannya pun masih amat membekas Walau ku mengerti kini ku tak lagi pantas Kenangan demi kenangan pun teringat kembali Bagai rangkaian kisah masa lalu yang diputar kembali Masa-masa suka dan duka Yang sempat dilalui berdua Meski kini kutau kau sudah jadi miliknya Entah kenapa, hatiku kembali menghangat saat mengingatnya Seperti baru kemarin ku merasakan suka Dan langsung dihantam dengan duka Gerimis tipis membelai rambutku lembut Udara dingin melambai-lambai menebar ketenangan Energi positif perlahan memasuki pikiran Dan akhirnya ku tersadar akan satu kenyataan Bahwa ia tak lagi serupa, meski fisiknya masih sama