Orang bilang, untaian kata dapat mewakili rasa. Orang bilang, untaian kata dapat menghancurkan segalanya. Orang bilang, untaian kata dapat membangun rasa percaya. Bagiku, untaian kata dapat memporak-porandakan rasa di dada. Apalagi ketika kau berkata bahwa semuanya tak lagi sama. Kita yang dahulu pernah sedekat nadi, namun kini harus saling berjauhan bagai bumi dan matahari. Kita yang dahulu pernah saling mengisi hari-hari, kini saling melupakan apa yang pernah terjadi. Secepat itukah, sebuah rasa harus kurelakan. Secepat itukah, rasa sayang harus diikhlaskan. Secepat itukah, hati ini harus dihancurkan. Kamu. Seorang yang berhasil mengisi hatiku beberapa belas bulan belakangan. Namun sayang, kini tak ada lagi yang bisa diharapkan. Dariku, yang masih memiliki perasaan.
Di siang hari
ini, bahkan sang mentari pun kalah terang.
Karena sinar senyumanmulah yang
menerangi setiap langkahku.
Shefalia Anindita.
**
Pagi ini
sebenarnya terlihat biasa saja. Dingin. Embun pagi. Dan tetesan air hujan yang
masih tersangkut di dedaunan. Seorang gadis cantik menggeliat di tempat tidur
karena suara gemericik keran air yang digunakan oleh tantenya di kamar sebelah.
Sepertinya tantenya sedang berwudhu, maka gadis itu pun bangun dan melangkah
pelan ke kamar mandi untuk berwudhu pula.
Setelah selesai
menyikat gigi dan berwudhu, gadis itu langsung mengambil mukena dan menjalankan
kewajibannya sebagai seorang muslimah, shalat shubuh.
Selesai shalat,
gadis itu pun keluar dari kamarnya menuju balkon. Ia menghirup udara pagi dengan
rakus, seakan-akan oksigen hampir habis. “Alhamdulillah
ya Allah, aku masih bisa melihat keindahan ciptaan-Mu hari ini,” batinnya.
Dedaunan masih
terlihat basah karena titik-titik embun. Sang mentari pun masih malu-malu untuk
menampakkan sinarnya. Gadis itu menggeliat lemah, ia tercenung. Nama gadis itu
adalah Shefa.
Dalam otaknya
terurai puzzle kehidupannya selama ini. Hidup yang dijalaninya
memang biasa saja, tidak mewah dan tidak kekurangan juga. Dulu ia bahagia,
punya orang tua lengkap yang menyayanginya. Hingga insiden
yang paling ia benci hingga saat ini terjadi, bahkan untuk kembali mengingatnya
pun gadis itu enggan.
Sudahlah, batinnya.
Setidaknya, saat
ini ia sudah lebih baik bukan? Ia amat bersyukur mempunyai tante yang baik hati
seperti tante Sofi ini. Bila saja tante Sofi bukanlah tantenya, akankah ia bisa
bersekolah lagi? Mungkin tidak.
Ya, itulah
kemungkinan terburuknya. Suatu hal yang sempat membuatnya stress dan berniat mengakhiri hidupnya. Untunglah ada seorang gadis
kecil yang menggagalkan niat buruknya itu, hampir saja ia lupa akan bersyukur
bahwa hidupnya lebih baik daripada orang-orang yang tak bisa bersekolah. Aku lebih beruntung, pikirnya saat itu setelah
bertemu gadis kecil itu.
Bahkan hingga
saat ini pun ia masih mengingat dengan jelas siapa nama gadis kecil itu,
Arsyilla. Mungkinkah sekarang Arsyilla masih hidup?
Semoga saja masih, harapnya. Ia sangat berhutang
budi dengan gadis kecil itu.
Arsyilla. Gadis
kecil yang tak pernah menginjak bangku pendidikan karena orang tua kandungnya
membuangnya di hari yang sama saat ia lahir. Beruntung gadis itu ditemukan oleh
seorang pemulung sehingga ia masih bisa menghirup oksigen bebas hingga saat
ini.
Bahkan gadis
kecil itu punya beban yang amat berat di usianya yang masih belia, tapi ia
terlihat lebih bahagia dari Shefa saat itu.
Gadis itu cerdas,
ia tak patah semangat untuk terus belajar meski tidak bersekolah. Biasanya
Arsyilla meminjam buku-buku di perpustakaan untuk menambah wawasannya. Ia
pernah mengaku kalau sebenarnya ia iri melihat anak-anak lain seusianya bisa
bersekolah dan mendapatkan pelajaran, terkadang karena ia sangat ingin belajar
di sekolah, ia sampai menunggui di depan kelas yang sedang ada proses
pembelajaran. Syukur ia tak pernah diusir karena pegawai sekolah di sana juga kasihan melihatnya tidak mampu bersekolah.
Awal mengenal
gadis itu memang menyenangkan, Shefa jadi punya
motivasi untuk terus hidup dan melanjutkan harinya karena ada seseorang yang
tak lebih beruntung dari dia tetapi orang itu tetap berusaha sekuat yang ia
bisa. Mengapa ia tidak? Pikirnya saat itu.
Tapi lama
kelamaan, kesehatan gadis kecil itu terus menurun. Terakhir ia mendapat kabar
dari orang tua angkat Arsyilla, ternyata anak itu terkena
penyakit leukimia stadium 2. Saat itu Shefa sangat kaget, ia
tidak mengira gadis kecil yang ceria itu ternyata mengidap penyakit mengerikan
itu. Kanker darah.
Sayangnya Shefa tak sempat mengunjungi Arsyilla saat sakit,
karena ia harus cepat mengurusi pindah sekolahnya saat itu.
Di
tengah-tengah lamunan Shefa yang tiada akhir, pintu kamarnya pun diketuk
perlahan oleh tantenya.
"Shefa, bangun nak. Sudah jam 5,” ucap
suara lembut seorang wanita dari luar kamar Shefa.
Shefa yang saat itu masih melamun pun langsung terkesiap
dan menjawab,
"Iya tante, Shefa udah shalat," jawab Shefa
agak keras agar tantenya bisa mendengar suaranya.
"Yaudah,
tante nyiapin sarapan dulu ya," ucap tante Sofi sambil berlalu dari kamarnya.
"Iyaa
tante," jawab Shefa lirih.
Hari ini adalah
hari minggu. Hari di mana tempat umum seperti taman hiburan dan
swalayan ramai karena penuh dengan
anak-anak yang ingin menghabiskan weekend nya dengan bermain.
Shefa. Gadis pendiam yang tak punya banyak teman pun juga
ingin merasakan kebahagiaan di weekend nya.
Komentar
Posting Komentar