Langsung ke konten utama

Untaian Kata

Orang bilang, untaian kata dapat mewakili rasa. Orang bilang, untaian kata dapat menghancurkan segalanya. Orang bilang, untaian kata dapat membangun rasa percaya. Bagiku, untaian kata dapat memporak-porandakan rasa di dada. Apalagi ketika kau berkata bahwa semuanya tak lagi sama. Kita yang dahulu pernah sedekat nadi, namun kini harus saling berjauhan bagai bumi dan matahari. Kita yang dahulu pernah saling mengisi hari-hari, kini saling melupakan apa yang pernah terjadi. Secepat itukah, sebuah rasa harus kurelakan. Secepat itukah, rasa sayang harus diikhlaskan. Secepat itukah, hati ini harus dihancurkan. Kamu. Seorang yang berhasil mengisi hatiku beberapa belas bulan belakangan. Namun sayang, kini tak ada lagi yang bisa diharapkan. Dariku, yang masih memiliki perasaan.

Tentang Sesuatu-Fatamorgana

Di siang hari ini, bahkan sang mentari pun kalah terang.
Karena sinar senyumanmulah yang menerangi setiap langkahku.
Shefalia Anindita.
**
Pagi ini sebenarnya terlihat biasa saja. Dingin. Embun pagi. Dan tetesan air hujan yang masih tersangkut di dedaunan. Seorang gadis cantik menggeliat di tempat tidur karena suara gemericik keran air yang digunakan oleh tantenya di kamar sebelah. Sepertinya tantenya sedang berwudhu, maka gadis itu pun bangun dan melangkah pelan ke kamar mandi untuk berwudhu pula.
Setelah selesai menyikat gigi dan berwudhu, gadis itu langsung mengambil mukena dan menjalankan kewajibannya sebagai seorang muslimah, shalat shubuh.
Selesai shalat, gadis itu pun keluar dari kamarnya menuju balkon. Ia menghirup udara pagi dengan rakus, seakan-akan oksigen hampir habis.Alhamdulillah ya Allah, aku masih bisa melihat keindahan ciptaan-Mu hari ini, batinnya.
Dedaunan masih terlihat basah karena titik-titik embun. Sang mentari pun masih malu-malu untuk menampakkan sinarnya. Gadis itu menggeliat lemah, ia tercenung. Nama gadis itu adalah Shefa.
Dalam otaknya terurai puzzle kehidupannya selama ini. Hidup yang dijalaninya memang biasa saja, tidak mewah dan tidak kekurangan juga. Dulu ia bahagia, punya orang tua lengkap yang menyayanginya. Hingga insiden yang paling ia benci hingga saat ini terjadi, bahkan untuk kembali mengingatnya pun gadis itu enggan.
Sudahlah, batinnya.
Setidaknya, saat ini ia sudah lebih baik bukan? Ia amat bersyukur mempunyai tante yang baik hati seperti tante Sofi ini. Bila saja tante Sofi bukanlah tantenya, akankah ia bisa bersekolah lagi? Mungkin tidak.
Ya, itulah kemungkinan terburuknya. Suatu hal yang sempat membuatnya stress dan berniat mengakhiri hidupnya. Untunglah ada seorang gadis kecil yang menggagalkan niat buruknya itu, hampir saja ia lupa akan bersyukur bahwa hidupnya lebih baik daripada orang-orang yang tak bisa bersekolah. Aku lebih beruntung, pikirnya saat itu setelah bertemu gadis kecil itu.
Bahkan hingga saat ini pun ia masih mengingat dengan jelas siapa nama gadis kecil itu, Arsyilla. Mungkinkah sekarang Arsyilla masih hidup?
Semoga saja masih, harapnya. Ia sangat berhutang budi dengan gadis kecil itu.
Arsyilla. Gadis kecil yang tak pernah menginjak bangku pendidikan karena orang tua kandungnya membuangnya di hari yang sama saat ia lahir. Beruntung gadis itu ditemukan oleh seorang pemulung sehingga ia masih bisa menghirup oksigen bebas hingga saat ini.
Bahkan gadis kecil itu punya beban yang amat berat di usianya yang masih belia, tapi ia terlihat lebih bahagia dari Shefa saat itu.
Gadis itu cerdas, ia tak patah semangat untuk terus belajar meski tidak bersekolah. Biasanya Arsyilla meminjam buku-buku di perpustakaan untuk menambah wawasannya. Ia pernah mengaku kalau sebenarnya ia iri melihat anak-anak lain seusianya bisa bersekolah dan mendapatkan pelajaran, terkadang karena ia sangat ingin belajar di sekolah, ia sampai menunggui di depan kelas yang sedang ada proses pembelajaran. Syukur ia tak pernah diusir karena pegawai sekolah di sana juga kasihan melihatnya tidak mampu bersekolah.
Awal mengenal gadis itu memang menyenangkan, Shefa jadi punya motivasi untuk terus hidup dan melanjutkan harinya karena ada seseorang yang tak lebih beruntung dari dia tetapi orang itu tetap berusaha sekuat yang ia bisa. Mengapa ia tidak? Pikirnya saat itu.
Tapi lama kelamaan, kesehatan gadis kecil itu terus menurun. Terakhir ia mendapat kabar dari orang tua angkat Arsyilla, ternyata anak itu terkena penyakit leukimia stadium 2. Saat itu Shefa sangat kaget, ia tidak mengira gadis kecil yang ceria itu ternyata mengidap penyakit mengerikan itu. Kanker darah.
Sayangnya Shefa tak sempat mengunjungi Arsyilla saat sakit, karena ia harus cepat mengurusi pindah sekolahnya saat itu.
Di tengah-tengah lamunan Shefa yang tiada akhir, pintu kamarnya pun diketuk perlahan oleh tantenya.
"Shefa, bangun nak. Sudah jam 5,ucap suara lembut seorang wanita dari luar kamar Shefa.
Shefa yang saat itu masih melamun pun langsung terkesiap dan menjawab,
"Iya tante, Shefa udah shalat," jawab Shefa agak keras agar tantenya bisa mendengar suaranya.
"Yaudah, tante nyiapin sarapan dulu ya," ucap tante Sofi sambil berlalu dari kamarnya.
"Iyaa tante," jawab Shefa lirih.
Hari ini adalah hari minggu. Hari di mana tempat umum seperti taman hiburan dan swalayan ramai karena penuh dengan anak-anak yang ingin menghabiskan weekend nya dengan bermain.

Shefa. Gadis pendiam yang tak punya banyak teman pun juga ingin merasakan kebahagiaan di weekend nya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

First Impression

“Shariaaa tungguinnnn,” teriak seorang gadis berjilbab putih dari ujung koridor sambil mengangkat sedikit rok biru dongker nya agar langkahnya lebih leluasa. Bros berwarna merah dengan bentuk stroberi yang terpasang manis di kepala sebelah kirinya berayun-ayun kecil mengikuti setiap langkah kakinya yang tergesa. Sementara di ujung koridor yang lain, gadis dengan seragam yang sama dengan gadis tadi masih berjalan santai tanpa menghiraukan teriakan kawannya itu. Langkahnya tetap sama, tanpa berkeinginan untuk mengurangi kecepatannya. Dari wajahnya tersirat senyuman iseng yang menyebalkan, tentu tanpa sepengetahuan kawannya. “ Hoy Shariaaa!! Tungguinn!” teriak gadis itu lagi sambil menambah kecepatannya untuk menyusul kawannya yang sedang menulikan diri. “ Hueh dipanggilin daritadi juga,” ucap gadis itu setelah bisa menyejajarkan langkahnya dengan gadis satunya, nafasnya lumayan terengah juga karena berlarian dari kelas mereka yang terletak di koridor paling ujung. “Salah sendiri...

A Pathetic Love

Gadis berambut sepinggang dengan aksesori serba  pink  itu menyusuri koridor sekolah tanpa semangat. Berulang kali ia menghela napas berat, seakan tak kuat menghadapi hari ini. Beberapa pasang mata melihatnya dengan pandangan sinis, hal ini semakin membuat gadis itu merasa malas berada di sekolah. Kini, ia sudah bertekad kuat bahwa tak akan menemui laki-laki itu lagi. Sekalipun dulu sebelum kepindahannya mereka adalah sahabat karib, namun semuanya sudah terasa lain. Manusianya sama, namun rasa di antara mereka sudah berbeda. Sedikit manis, banyak pahitnya. Berbagai kasak-kusuk yang menyebut nama ‘Valda’ didengarnya sejak tadi, namun sama sekali tak dihiraukannya. Seolah-olah tak terjadi apa-apa. Gadis itu menghela napas lega ketika pintu kelasnya sudah semakin dekat, ia ingin segera masuk dan lepas dari pandangan mencemooh orang-orang di sekitarnya. Bukan semua orang memang, hanyalah kaum perempuan saja. Ketika ia memasuki kelas, hanya beberapa orang saja yang sudah da...

Secuil Cerita Tentang ODOP dan Aku

Menulis. Sesuatu hal yang menurut beberapa orang mudah. Awalnya, aku pun merasa begitu karena semua beban yang ada di ubun-ubun bisa kutuangkan dalam tulisan. Meskipun bentuknya benar-benar awut-awutan dan jauh dari kata benar. Selama itu, aku masih merasa bahwa menulis adalah sesuatu hal yang mudah sebelum kutemukan komunitas menulis paling keren yang benar-benar kucintai ini. One Day One Post . Awal memasuki komunitas ini, aku merasa ketar-ketir juga karena takut tak bisa konsisten dalam menulis. Hingga akhirnya hari demi hari berlalu dan aku beserta 46 orang lainnya dinyatakan lulus dari ODOP. Tapi, perjuangan tak hanya sampai di situ saja. Masih ada materi untuk kelas lanjutan yang mewajibkan anggotanya untuk memilih antara fiksi atau non fiksi. Dan karena kesenanganku adalah berkhayal, maka aku pun memilih fiksi untuk menjadi kelanjutan studiku. Masuk di kelas fiksi, aku merasa benar-benar bodoh. Tulisanku jauh sekali di bawah kawan-kawan seperjuangan yang rata-rata sudah...