Langsung ke konten utama

Untaian Kata

Orang bilang, untaian kata dapat mewakili rasa. Orang bilang, untaian kata dapat menghancurkan segalanya. Orang bilang, untaian kata dapat membangun rasa percaya. Bagiku, untaian kata dapat memporak-porandakan rasa di dada. Apalagi ketika kau berkata bahwa semuanya tak lagi sama. Kita yang dahulu pernah sedekat nadi, namun kini harus saling berjauhan bagai bumi dan matahari. Kita yang dahulu pernah saling mengisi hari-hari, kini saling melupakan apa yang pernah terjadi. Secepat itukah, sebuah rasa harus kurelakan. Secepat itukah, rasa sayang harus diikhlaskan. Secepat itukah, hati ini harus dihancurkan. Kamu. Seorang yang berhasil mengisi hatiku beberapa belas bulan belakangan. Namun sayang, kini tak ada lagi yang bisa diharapkan. Dariku, yang masih memiliki perasaan.

Ternyata?-Fatamorgana

Ibu,
Takkan bosan ku menyayangimu
Ibu,
Kan kudoakan dirimu di sana
Ibu,
Aku rindu dirimu.
**
"Pagi guyss," seorang gadis dengan make up  tipis dan baju kurang bahan sedang berlari dengan riangnya menghampiri teman-teman gengnya. Namanya adalah Gisela.
"Ada apaan sih Sel? Kok keliatannya bahagia bangeet gitu," celetuk Angela sambil memilin-milin rambutnya yang bergelombang.
"Iya tuh, tumben. Ada apa sih?" balas Alexa, seorang gadis dengan rambut lurus bagai habis disetrika, ia baru saja sedang curhat pada Angela.
"Kemaren aku habis jalan sama my cute princee lohh," jawab Gisela sambil senyam senyum dan menerawang ke atas.
"Ciyee habis ini jadian nih yee," sahut Alexa ikut senang.
"Iya dongg, ntar ya kalo udah jadian kalian bakal aku traktir pizza hut sepuasnyaa," sahut Gisel bersemangat.
"Seriusan Sel? Yuhuuuu, you're da best dah pokoknya, ya kan La?" jawab Alexa dengan mata berbinar. Di antara 3 sahabat karib ini, memang Gisela lah yang paling gampang keluar uang saat mereka jalan bareng.
"Bener banget kata Lexaa. Eh by the way, ada hot newss gengss," jawab Angela sambil mengutak-atik smartphone nya.
"Ada apa emang?" tanya Alexa sedikit heran. Biasanya, kalau urusan 'ditraktir', Angela paling heboh di antara mereka, namun kali ini berbeda.
"Ternyata ya gengs, ayahnya si Sepalia itu seorang PEMBUNUH!" Angela bercerita dengan serius.
"Ah masa sih La? Emang kamu tau darimana?" Alexa menyahut, dia tak begitu percaya akan hal itu, memang apa buktinya?
"Kemaren aku tuh habis chat sama temenku yang ada di Jakarta. Kebetulan dia satu sekolah sama Sepalia di SMA Pelita, trus dia cerita deh tentang ayahnya si Sepal itu. Nah inii nihh buktinyaa," jawab Angela lugas.

Alexa dan Gisela pun langsung berebut ingin melihat tentang kebenaran cerita Angela itu. Ternyata, itu benar.
"Apa? Masa sih? Jangan-jangan si Sepal juga psikopat kayak ayahnya? Duhh gak banget deeh," sahut Alexa bergidik ngeri.
"Nggak tau juga ya si Sepal psikopat juga apa enggak, tapi kalian liat sendiri kan tingkahnya dari kemaren? Aneh! Gak kayak remaja biasanya!" jawab Angela seperti 'mengompori' temannya.
"Eh iya juga ya, singkat-singkat juga ngomongnya, sok misterius gitu, jangan-jangan dia lagi nyusun rencana sesuatu?" sahut Gisel setelah terdiam cukup lama.
"Sumpah ngeri banget! Gimana kalo tau-tau dia juga ngebunuh murid-murid di sini? Duh sorry aja yaa aku masih sayang nyawa bangett," jerit Alexa takut.
"Ini gak bisa dibiarin, kita harus cari cara biar Shefa dikeluarin dari sekolah ini! Kalo nggak, dia bakal cuman ngerusak reputasi sekolah!", jawab Gisel dengan nada tegas.
"Aku sih setuju setuju ajaa, tapi mending kita liat dulu deh gimana reaksinya dia, ntar dikira kita asal judge lagi," jawab Angela akhirnya berusaha menengahi.
"Ehh sstt, tuh dia mau lewat tuh," sahut Alexa sambil agak menjauh.
Shefa melewati geng itu dan langsung masuk kelas sambil menunduk.
"Diliat-liat wajahnya ngeri juga ya, suram banget!" Alexa lagi-lagi berucap.
Gisel pun menatap kedua temannya dengan penuh arti, lalu mereka masuk kelas dengan satu tujuan yang sama.
**
"EH TEMEN-TEMEN! KATANYA TEMENKU YANG ADA DI SMA PELITA JAKARTA, ADA ANAKNYA PEMBUNUH LOH DI SEKOLAHNYA," dengan sengaja Gisela berteriak keras di depan kelas agar semua temannya mendengar.
"Duuh, tega banget, itu manusia apa iblis, ya nggak Shef?" sahut Angela sambil  pura-pura bertanya pada Shefa.
"Ha? Eh i..iya," jawab Shefa amat terkejut sambil makin menunduk di tempat duduknya.
"Lo dulu juga dari SMA Pelita Jakarta kan? Lo kenal nggak sama anak itu?" sahut Alexa tak kalah pedas.
"ATAU JANGAN-JANGAN MALAH KAMU ANAKNYA PEMBUNUH ITU!" teriak Gisel sambil menggebrak meja Shefa.
Tanpa mengatakan apa-apa, Shefa langsung berlari keluar kelas.

Komentar

  1. Duuh ... Kok tega ya ama teman sendiri ngomongin ortu kayak gitu :(

    BalasHapus
  2. Kids jaman now... Heemmm jahara...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

First Impression

“Shariaaa tungguinnnn,” teriak seorang gadis berjilbab putih dari ujung koridor sambil mengangkat sedikit rok biru dongker nya agar langkahnya lebih leluasa. Bros berwarna merah dengan bentuk stroberi yang terpasang manis di kepala sebelah kirinya berayun-ayun kecil mengikuti setiap langkah kakinya yang tergesa. Sementara di ujung koridor yang lain, gadis dengan seragam yang sama dengan gadis tadi masih berjalan santai tanpa menghiraukan teriakan kawannya itu. Langkahnya tetap sama, tanpa berkeinginan untuk mengurangi kecepatannya. Dari wajahnya tersirat senyuman iseng yang menyebalkan, tentu tanpa sepengetahuan kawannya. “ Hoy Shariaaa!! Tungguinn!” teriak gadis itu lagi sambil menambah kecepatannya untuk menyusul kawannya yang sedang menulikan diri. “ Hueh dipanggilin daritadi juga,” ucap gadis itu setelah bisa menyejajarkan langkahnya dengan gadis satunya, nafasnya lumayan terengah juga karena berlarian dari kelas mereka yang terletak di koridor paling ujung. “Salah sendiri...

A Pathetic Love

Gadis berambut sepinggang dengan aksesori serba  pink  itu menyusuri koridor sekolah tanpa semangat. Berulang kali ia menghela napas berat, seakan tak kuat menghadapi hari ini. Beberapa pasang mata melihatnya dengan pandangan sinis, hal ini semakin membuat gadis itu merasa malas berada di sekolah. Kini, ia sudah bertekad kuat bahwa tak akan menemui laki-laki itu lagi. Sekalipun dulu sebelum kepindahannya mereka adalah sahabat karib, namun semuanya sudah terasa lain. Manusianya sama, namun rasa di antara mereka sudah berbeda. Sedikit manis, banyak pahitnya. Berbagai kasak-kusuk yang menyebut nama ‘Valda’ didengarnya sejak tadi, namun sama sekali tak dihiraukannya. Seolah-olah tak terjadi apa-apa. Gadis itu menghela napas lega ketika pintu kelasnya sudah semakin dekat, ia ingin segera masuk dan lepas dari pandangan mencemooh orang-orang di sekitarnya. Bukan semua orang memang, hanyalah kaum perempuan saja. Ketika ia memasuki kelas, hanya beberapa orang saja yang sudah da...

Secuil Cerita Tentang ODOP dan Aku

Menulis. Sesuatu hal yang menurut beberapa orang mudah. Awalnya, aku pun merasa begitu karena semua beban yang ada di ubun-ubun bisa kutuangkan dalam tulisan. Meskipun bentuknya benar-benar awut-awutan dan jauh dari kata benar. Selama itu, aku masih merasa bahwa menulis adalah sesuatu hal yang mudah sebelum kutemukan komunitas menulis paling keren yang benar-benar kucintai ini. One Day One Post . Awal memasuki komunitas ini, aku merasa ketar-ketir juga karena takut tak bisa konsisten dalam menulis. Hingga akhirnya hari demi hari berlalu dan aku beserta 46 orang lainnya dinyatakan lulus dari ODOP. Tapi, perjuangan tak hanya sampai di situ saja. Masih ada materi untuk kelas lanjutan yang mewajibkan anggotanya untuk memilih antara fiksi atau non fiksi. Dan karena kesenanganku adalah berkhayal, maka aku pun memilih fiksi untuk menjadi kelanjutan studiku. Masuk di kelas fiksi, aku merasa benar-benar bodoh. Tulisanku jauh sekali di bawah kawan-kawan seperjuangan yang rata-rata sudah...