Orang bilang, untaian kata dapat mewakili rasa. Orang bilang, untaian kata dapat menghancurkan segalanya. Orang bilang, untaian kata dapat membangun rasa percaya. Bagiku, untaian kata dapat memporak-porandakan rasa di dada. Apalagi ketika kau berkata bahwa semuanya tak lagi sama. Kita yang dahulu pernah sedekat nadi, namun kini harus saling berjauhan bagai bumi dan matahari. Kita yang dahulu pernah saling mengisi hari-hari, kini saling melupakan apa yang pernah terjadi. Secepat itukah, sebuah rasa harus kurelakan. Secepat itukah, rasa sayang harus diikhlaskan. Secepat itukah, hati ini harus dihancurkan. Kamu. Seorang yang berhasil mengisi hatiku beberapa belas bulan belakangan. Namun sayang, kini tak ada lagi yang bisa diharapkan. Dariku, yang masih memiliki perasaan.
“Hey
Saf! Kok ngelamun sih siang-siang gini? Kenapa gak kumpul bareng temen-temen
aja di dalem?” tanya teman baruku, yang bernama Rina. Aku pun terkesiap dan
langsung memaksa untuk tersenyum semanis mungkin.
“Lagi
pengen refresh pikiran aja Rin, di
dalem rame, gak bisa tenang pikiranku,” aku pun hanya menjawab sekenanya saja.
Dia pun terlihat kebingungan dan menengok ke dalam kelas, kelas tidak terlalu
ramai karena teman-teman sedang asyik menonton film di proyektor.
“Tapi
pada gak rame tuh Saf, pada nonton film kok..”
“Bagiku
tetep aja rame! Aku lebih seneng sendiri daripada sama mereka!” tak sengaja aku
menjawab dengan emosi, padahal maksud Rina baik, tetapi aku malah membentaknya.
Tanpa berkata apa-apa dia langsung masuk kembali ke kelas dan menutup pintunya
dengan agak kasar. Aku rasa dia agak kesal dengan omonganku barusan, ah
sudahlah biarkan saja.
Hari-hari
kulewati dengan begitu berat, aku merasa teman-teman sekelasku ini terlalu
banyak bicara dan hanya mementingkan bermain saja. Sangat berbeda dengan
murid-murid sekelasku waktu SMP dulu yang benar-benar rajin dan tak banyak
bicara. Mungkin aku masih belum bisa adaptasi, tetapi akankah aku bisa
beradaptasi dengan murid-murid yang seperti ini? Entahlah.
“Adek-adek
semua, sebentar lagi PRAMUKA Ambalan SMA Negeri 3 Kota Kediri akan mengadakan
PTA, PTA adalah kependekan dari Penerimaan Tamu Ambalan yang akan dilaksanakan
pada 5-6 September 2015, yang berminat untuk ikut bisa segera daftar di Kak
Abdul kelas XII-IPA 6, terima kasih,” ucap salah satu kakak kelas yang
berpakaian rapi.
Aku
memerhatikannya dengan wajah tak tertarik karena memang dari awal aku kurang
tertarik dengan ekstrakurikuler apapun yang ada di sekolah ini. Tapi tiba-tiba
ada kakak kelas yang mendekat ke arah mejaku. Aku menatapnya tanpa ekspresi
sambil mengingat-ingat sesuatu, sepertinya aku pernah kenal, tapi, siapa ya?
Aku kan tidak terlalu pintar bersosialisasi.
“Dek
Saffa kan? Masih inget aku gak dek? Juri di lomba puisi dek,” ucapnya sambil berhenti
di depan mejaku. Seketika aku pun langsung ingat, ya ya ya, dia juri lomba
puisi saat orientasi PRAMUKA beberapa waktu lalu. Mungkin dia bisa mengingatku
karena aku juara 2 di lomba itu. Ah sudahlah, apa tujuannya?
“Iya
kak aku Saffa, iya inget. Ada apa ya kak?”
“Ayo
ikut o PTA dekk, ikut o organisasi PRAMUKA, dijamin asyik plus seruu dekk, kamu
kan punya bakat puisi, kembangin di PRAMUKA, tunjukin bakatmu, jangan dipendem
mulu, biar dunia tau bakatmu itu dekk, sayang lhoo kalau gak ada yang tau
bakatmu ituu. Ikut ya dek?”
Aku
pun berfikir sejenak, ini cuman promosi aja atau emang bener gitu ya? Tapi
entah kenapa aku ingin mengiyakan ajakan kakak kelas itu.
“Hmm,
aku pikir-pikir dulu ya kak, sama izin ke ortu dulu,” jawabku akhirnya setelah
berpikir matang.
“Oke
sipp, kalo udah dapet izin langsung daftar ke aku aja ya dek, aku kelas XII-IPA
6,” jawab kakak kelas itu yang ternyata baru kuketahui namanya adalah Kak
Abdul.
“Iya
kak,” aku hanya mengangguk-angguk sekilas lalu menatap ke papan tulis, entah
mengapa ada secuil perasaan gembira di hatiku.
**
Tak
kusangka, ternyata orang tuaku sangat setuju saat aku memberi tau bahwa ada
kakak kelas yang mengajakku untuk ikut PRAMUKA. Bahkan mereka benar-benar
semangat menyiapkan bekal untuk kemah, seperti camilan dan yang lainnya,
padahal aku santai-santai saja saat menyiapkan tas yang akan digunakan untuk
kemah.
Sepulangnya
dari PTA aku merasa senang sekali, memang iya sepulangnya dari kegiatan itu aku
merasa sangat lelah akibat hanya tidur selama 1 setengah jam malam harinya. Tapi,
entah kenapa rasa senangku lebih dominan daripada rasa lelahku setelah
kegiatan. Sesampainya di rumah, dengan semangat aku menceritakan semua pengalaman-pengalaman
yang baru saja kudapat di kegiatan tersebut pada orang tuaku. Mereka terlihat
senang mendengar cerita-ceritaku itu. Aku merasa, sepertinya aku telah
mengambil keputusan yang tepat untuk ikut organisasi PRAMUKA di sekolah ini.
**
Suatu
minggu pagi yang cerah, aku diajak oleh doi
(sebutan keren untuk pacar), ke Car
Free Day. Di sana ada kak Meta, salah satu kakak PRAMUKA dan refleks aku
pun menyapanya.
“Itu
tadi siapa?” ini doi yang tanya.
“Kakak
kelasku PRAMUKA,” aku menjawabnya dengan santai sambil makan camilan yang
kubawa dari rumah.
“Sejak
kapan kamu ikut PRAMUKA? Kok gak bilang-bilang aku? Kok gak izin aku? Kok gak
pernah cerita? Kamu itu gimana sih?” entah kenapa dia sensitif sekali saat aku
ngomong tentang PRAMUKA, mungkinkah dia lagi PMS? Ah nggak mungkin, dia kan
cowok.
“Kok
sensitif amat sih? Kamu itu lho yang kenapa, aku kan udah pernah bilang kalo
aku ikut PRAMUKA pas aku mau kemah dulu,” jawabku agak terbawa emosi juga.
Bisa-bisanya ia lupa bahwa aku dulu sudah pernah membahas hal ini padanya?
“Kamu
bilang ikut kemah, bukan ikut PRAMUKA,” ia masih saja ngotot tak mau mengalah.
“Aku
udah bilang kok, mungkin kamu aja yang gak pernah merhatiin ceritaku. Yaudah
kalo gitu,” setelah mengatakan itu, aku langsung beranjak pergi, aku
benar-benar kesal saat mengetahui bahwa dia tidak pernah memperhatikan sesuatu
yang pernah aku ceritakan, aku merasa tak dihargai.
Beberapa
hari kemudian, dia nge-chat aku setelah
sekian lama kita lost contact karena insiden itu. Dia memberitahukan bahwa ia
tidak suka dengan anak PRAMUKA, dan dia menyuruhku untuk memilih antara PRAMUKA
atau dia. Tentu saja aku lebih memilih PRAMUKA.
Dalam
organisasi PRAMUKA aku merasakan kekeluargaan yang erat, anggotanya ramah-ramah
dan orangnya supel, aku lebih percaya diri, bisa bertanggung jawab, menjalin
kerjasama yang baik dengan tim, juga menjadi remaja yang aktif, dan positif.
Aku merasakan banyak perubahan pada diriku saat masuk ke PRAMUKA, aku jadi
lebih terbuka pada orang lain dan jadi senang berkumpul dengan teman-teman
daripada menyendiri, dan tentunya mentalku menjadi lebih kuat karena selalu ada
latihan mental di PRAMUKA.
Tentunya
masih sangat banyak pengalaman asyik yang kualami di PRAMUKA dan tak bisa
kuceritakan semua satu persatu. Hanya bisa dirasakan oleh anak-anak PRAMUKA. Selagi
kita masih usia remaja, janganlah terlalu fokus terhadap hal-hal yang kurang
penting, carilah pengalaman baru sebanyak-banyaknya, buatlah dirimu positif dan
aktif. Karena usia remaja adalah usia yang akan mengantarkan kita ke masa
depan. Jadi gunakan remaja mu sebaik mungkin. Karena masa itu hanya sekali dan
tak bisa terulang lagi.
Ini hanyalah kisah lama yang kuceritakan kembali, entah kenapa teringat kalau dulunya gak berminat ikut PRAMUKA dan sekarang cinta banget sama PRAMUKA hehe ^^
Salam PRAMUKA, Saf! Anyway, I feel you. Saya ketika awal masuk SMA juga gitu. Berbeda sekali atmosfernya antara SMP dan SMA. Happy bacanya kamu menemukan kegiatan positif sebaik pramuka di masa SMA. Banyak ilmu dalam pramuka yang nggak akan kamu dapetin di tempat lain.
BalasHapusSalam PRAMUKA! Hehe iya nih kak, berasa banget. Iya alhamdulillah kak aku dipertemukam sama organisasi yg positif ini ^^ btw kakak juga anak PRAMUKA kah?
Hapus