Orang bilang, untaian kata dapat mewakili rasa. Orang bilang, untaian kata dapat menghancurkan segalanya. Orang bilang, untaian kata dapat membangun rasa percaya. Bagiku, untaian kata dapat memporak-porandakan rasa di dada. Apalagi ketika kau berkata bahwa semuanya tak lagi sama. Kita yang dahulu pernah sedekat nadi, namun kini harus saling berjauhan bagai bumi dan matahari. Kita yang dahulu pernah saling mengisi hari-hari, kini saling melupakan apa yang pernah terjadi. Secepat itukah, sebuah rasa harus kurelakan. Secepat itukah, rasa sayang harus diikhlaskan. Secepat itukah, hati ini harus dihancurkan. Kamu. Seorang yang berhasil mengisi hatiku beberapa belas bulan belakangan. Namun sayang, kini tak ada lagi yang bisa diharapkan. Dariku, yang masih memiliki perasaan.
Setelah membalas pesan dari Revi, Shefa pun
langsung bergegas menguncir kuda rambut panjangnya dan memakai jogger pants abu
abu serta blazzer kesayangannya. Sepasang sneakers abu
abu pun melengkapi penampilan Shefa sore ini. Tak
lupa, ia juga
memasukkan ponsel dan dompet ke
dalam tas kecil yang dibawanya.
**
Dia.
Cewek manis tapi galak.
Cewek manis tapi galak.
Dia.
Cewek aneh yang akhir akhir ini sering menghantui pikiranku.
Cewek aneh yang akhir akhir ini sering menghantui pikiranku.
Dia.
Cewek cuek, beda dari yang lain.
Cewek cuek, beda dari yang lain.
Dia.
Satu satunya cewek
yang menatapku biasa saja.
Dia.
Tantangan tersendiri buatku.
Tantangan tersendiri buatku.
Dan satu-satunya tujuanku ialah, buktikan ke semua orang kalau aku bisa
naklukin cewek macam dia.
**
Pukul 5 sore Shefa baru sampai di rumahnya
setelah jalan-jalan sore dengan Revi. Ya, dia memutuskan untuk
tidak mempermasalahkan lagi hal yang kurang penting, bukankah persahabatan
mereka lebih penting? Senja mulai
terlihat di langit yang indah ketika Shefa sampai di rumah tercintanya.
"Assalamu'alaikum,” ucap Shefa sambil membuka pintu dan masuk ke rumah.
"Wa'alaikumsallam, kamu
tau Shefi ke mana nak?" jawab mama Shefa sambil melipat baju-baju kering di ruang keluarga. Maklum, mama Shefa
tidak pernah mempekerjakan pembantu karena beliau merasa
masih bisa mengurusi keluarganya sendiri.
"Tadi sih
keluar bareng Rio ma, nggak tau ke mana. Shefa
naik dulu ya ma?" jawab Shefa setelah mencium tangan mamanya.
"Oh yasudah
kalau begitu, jangan lupa nanti turun buat makan malam ya Shefa,” ucap mama Shefa
sambil melanjutkan aktivitasnya.
"Iyaa maa,” jawab Shefa pelan sambil membuka
pintu kamarnya.
Setelah masuk ke kamar, Shefa pun langsung
merebahkan dirinya di kasur. Tubuhnya sempat
memantul-mantul sebentar sebelum akhirnya berhenti. Tak lama kemudian, ia pun terlelap di
dunia khayalan nan indah. Mimpi.
**
1 bulan kemudian.
It's time to have first
break.
"Baik murid murid, sekian penjelasan bab suku banyak hari ini, sebagai
tugas kerjakan buku paket halaman 125 sampai 127 di buku tugas, assalamu'alaikum,” ucap Bu Atik sambil membereskan buku-bukunya.
Semua murid pun langsung bergerumbul ke
depan untuk mencium tangan Bu Atik. Suasana kelas mulai ramai karena banyak murid yang
saling mengobrol.
"Kantin yuk Shef,” ajak Revi setelah merapikan alat
tulisnya.
"Yuk,”
jawab Shefa singkat. Entah kenapa ia
sedang tidak mood untuk banyak
bicara sekarang ini.
Saat di perjalanan menuju kantin,
tentunya mereka berdua melewati UKS karena koridor kelas mereka memang
terhubung dengan UKS dan kantin. Saat melewati UKS, ada seorang laki-laki yang
sedang memasang sepatu di pintu UKS. Entah kenapa, pandangan Shefa tak ingin lepas dari laki-laki itu. Tak biasanya Shefa begini, rasanya adem saat melihat
wajahnya. Kulitnya yang putih bersih, hidungnya yang mancung, pandangan matanya
yang teduh, dan senyumnya yang menawan.
Sungguh memikat,
memang.
Shefa yang sulit suka dengan orang
berjenis kelamin laki-laki saja sempat kagum menatapnya. Di lengan kirinya
terdapat badge PMR, yang
artinya ia adalah anggota dari organisasi
tersebut.
"SHEFA HYLANDRIA
KALO ADA ORANG NGOMONG DIDENGERIN DONG!" teriak Revi tepat di telinga
Shefa.
Shefa yang sebelumnya melamun memandangi
keindahan ciptaan Tuhan itu pun langsung terkesiap dan refleks mengusap-usap telinganya yang terasa sakit akibat teriakan Revi yang udah mirip dengan suara toa
masjid.
"Biasa aja kali Rev gak usah teriak
juga!" bentak Shefa kesal masih mengusap-usap
telinganya.
"Lo
sih diajak ngomong diemm aja, ditanya diemm aja, malah liatin cogan,” jawab Revi mengerucutkan bibirnya. "Eh tapi tuh
cowok cogan bangetss asliii, tipe gue banget dehh sukaa. Namanya siapa ya
Shef?" teriak Revi lagi dengan mata berbinar. Benar-benar deh, kalo masalah cogan aja matanya
langsung melek.
"Inget Kevin mak! Lagian ya mana aku tau siapa namanya, aku bukan emaknya kali,”
jawab Shefa rada sewot juga. Entah kenapa ada sebagian dari dirinya yang tak
suka saat Revi mengatakan kalo ia menyukai laki-laki tadi.
"Yaileh sewot amat, biasa aja lagii
becanda doang guee, lagipula Kevin
gak bakal tau lah ya kalo gue sepik sepik dikit ye kann ehee. Dia kan nan jauh di sana,” jawab Revi cengengesan tak tau malu. Dasar.
"Siapa yang gak bakal tau, Revi
Alsadila?" tanya seseorang di belakang Revi. Refleks Shefa langsung menahan tawanya ketika tahu siapa orang yang baru
saja berbicara.
Revi pun langsung membalikkan badannya dengan segera.
"Ya Kev,”
ucapan Revi terpotong, matanya melebar karena kaget. "Kok? Kamu kok bisa
di sini?" tanya Revi kaget campur bingung. Ia juga merasa sedikit malu, jangan-jangan lelaki ini mendengar apa
yang baru saja dikatakannya? Oh tidak ini bencana.
"Tentu saja aku bisa di sini,
memangnya kenapa? Gak boleh? Apa kamu gak senang aku bisa di sini setelah
sekian lama kita gak ketemu?" tanya laki-laki itu sambil tersenyum penuh
arti.
"Te..tentu
saja aku senang. Tapi, kok bisa? Dan, apa ini? Kamu memakai seragam sekolah
ini? Kamu pindah ke sini?" tanya Revi semakin kaget dan melotot.
"Yap, akhirnya aku memutuskan untuk
pindah ke sini karena aku yakin gadisku ini akan berulah jika lama tak bertemu
denganku. Dan yang benar saja, baru seminggu aku di sini kau sudah seperti itu,” jawab laki-laki itu yang tak lain adalah Kevin, kekasih Revi sejak lama.
"Eh? Maaf, aku hanya bercanda saja
itu tadi, ya kan Shef? Eh, Shef? Shefa mana? Kamu liat nggak?" ucap Revi
sambil celingak-celinguk mencari
sahabatnya itu. Tumben-tumbenan Shefa pergi
gak bilang-bilang dulu padanya.
"Dia tadi diajak pergi sama cowok,
pacarnya mungkin,” jawab Kevin
singkat. "Ya sudah berilah mereka waktu berdua, dan berilah waktu untuk
kita berdua juga. Ke taman belakang?" ucap Kevin lagi sambil tersenyum
manis.
"Ah baiklah, tentu saja,” jawab Revi sambil tersenyum juga. Di dalam hatinya, ia sangat senang mengetahui bahwa
sekarang Kevin sudah berada di dekatnya lagi. Hanya Kevin lah yang bisa
mengendalikan hiperaktifnya Revi, sudah terbukti sekarang ini, Revi yang
awalnya bersuara keras pada Shefa tiba-tiba bersuara lembut pada Kevin.
Senyumnya juga semakin melebar karena khayalannya yang meluas bahwa sekarang
kekasih tercintanya akan selalu berada di dekatnya. Namun, sebenarnya ia juga masih bingung, dengan siapa Shefa pergi tadi?
Wew...cogan cogan.
BalasHapus