Langsung ke konten utama

Untaian Kata

Orang bilang, untaian kata dapat mewakili rasa. Orang bilang, untaian kata dapat menghancurkan segalanya. Orang bilang, untaian kata dapat membangun rasa percaya. Bagiku, untaian kata dapat memporak-porandakan rasa di dada. Apalagi ketika kau berkata bahwa semuanya tak lagi sama. Kita yang dahulu pernah sedekat nadi, namun kini harus saling berjauhan bagai bumi dan matahari. Kita yang dahulu pernah saling mengisi hari-hari, kini saling melupakan apa yang pernah terjadi. Secepat itukah, sebuah rasa harus kurelakan. Secepat itukah, rasa sayang harus diikhlaskan. Secepat itukah, hati ini harus dihancurkan. Kamu. Seorang yang berhasil mengisi hatiku beberapa belas bulan belakangan. Namun sayang, kini tak ada lagi yang bisa diharapkan. Dariku, yang masih memiliki perasaan.

Unexpected Meeting-6

Setelah membalas pesan dari Revi, Shefa pun langsung bergegas menguncir kuda rambut panjangnya dan memakai jogger pants abu abu serta blazzer kesayangannya. Sepasang sneakers abu abu pun melengkapi penampilan Shefa sore ini. Tak lupa, ia  juga memasukkan ponsel dan dompet ke dalam tas kecil yang dibawanya.
**
Dia.
Cewek manis tapi galak.
Dia.
Cewek aneh yang akhir akhir ini sering menghantui pikiranku.
Dia.
Cewek cuek, beda dari yang lain.
Dia.
Satu satunya cewek yang menatapku biasa saja.
Dia.
Tantangan tersendiri buatku.
Dan satu-satunya tujuanku ialah, buktikan ke semua orang kalau aku bisa naklukin cewek macam dia.
**
Pukul 5 sore Shefa baru sampai di rumahnya setelah jalan-jalan sore dengan Revi. Ya, dia memutuskan untuk tidak mempermasalahkan lagi hal yang kurang penting, bukankah persahabatan mereka lebih penting? Senja mulai terlihat di langit yang indah ketika Shefa sampai di rumah tercintanya.
"Assalamu'alaikum, ucap Shefa sambil membuka pintu dan masuk ke rumah.
"Wa'alaikumsallam, kamu tau Shefi ke mana nak?" jawab mama Shefa sambil melipat baju-baju kering di ruang keluarga. Maklum, mama Shefa tidak pernah mempekerjakan pembantu karena beliau merasa masih bisa mengurusi keluarganya sendiri.
"Tadi sih keluar bareng Rio ma, nggak tau ke mana. Shefa naik dulu ya ma?" jawab Shefa setelah mencium tangan mamanya.
"Oh yasudah kalau begitu, jangan lupa nanti turun buat makan malam ya Shefa, ucap mama Shefa sambil melanjutkan aktivitasnya.
"Iyaa maa,” jawab Shefa pelan sambil membuka pintu kamarnya.
Setelah masuk ke kamar, Shefa pun langsung merebahkan dirinya di kasur. Tubuhnya sempat memantul-mantul sebentar sebelum akhirnya berhenti. Tak lama kemudian, ia pun terlelap di dunia khayalan nan indah. Mimpi.
**
1 bulan kemudian.
It's time to have first break.
"Baik murid murid, sekian penjelasan bab suku banyak hari ini, sebagai tugas kerjakan buku paket halaman 125 sampai 127 di buku tugas, assalamu'alaikum, ucap Bu Atik sambil membereskan buku-bukunya.
Semua murid pun langsung bergerumbul ke depan untuk mencium tangan Bu Atik. Suasana kelas mulai ramai karena banyak murid yang saling mengobrol.
"Kantin yuk Shef, ajak Revi setelah merapikan alat tulisnya.
"Yuk,” jawab Shefa singkat. Entah kenapa ia sedang tidak mood untuk banyak bicara sekarang ini.
Saat di perjalanan menuju kantin, tentunya mereka berdua melewati UKS karena koridor kelas mereka memang terhubung dengan UKS dan kantin. Saat melewati UKS, ada seorang laki-laki yang sedang memasang sepatu di pintu UKS. Entah kenapa, pandangan Shefa tak ingin lepas dari laki-laki itu. Tak biasanya Shefa begini, rasanya adem saat melihat wajahnya. Kulitnya yang putih bersih, hidungnya yang mancung, pandangan matanya yang teduh, dan senyumnya yang menawan.
Sungguh memikat, memang.
Shefa yang sulit suka dengan orang berjenis kelamin laki-laki saja sempat kagum menatapnya. Di lengan kirinya terdapat badge PMR, yang artinya ia adalah anggota dari organisasi tersebut.
"SHEFA HYLANDRIA KALO ADA ORANG NGOMONG DIDENGERIN DONG!" teriak Revi tepat di telinga Shefa.
Shefa yang sebelumnya melamun memandangi keindahan ciptaan Tuhan itu pun langsung terkesiap dan refleks mengusap-usap telinganya yang terasa sakit akibat teriakan Revi yang udah mirip dengan suara toa masjid.
"Biasa aja kali Rev gak usah teriak juga!" bentak Shefa kesal masih mengusap-usap telinganya.
"Lo sih diajak ngomong diemm aja, ditanya diemm aja, malah liatin cogan, jawab Revi mengerucutkan bibirnya. "Eh tapi tuh cowok cogan bangetss asliii, tipe gue banget dehh sukaa. Namanya siapa ya Shef?" teriak Revi lagi dengan mata berbinar. Benar-benar deh, kalo masalah cogan aja matanya langsung melek.
"Inget Kevin mak! Lagian ya mana aku tau siapa namanya, aku bukan emaknya kali, jawab Shefa rada sewot juga. Entah kenapa ada sebagian dari dirinya yang tak suka saat Revi mengatakan kalo ia menyukai laki-laki tadi.
"Yaileh sewot amat, biasa aja lagii becanda doang guee, lagipula Kevin gak bakal tau lah ya kalo gue sepik sepik dikit ye kann ehee. Dia kan nan jauh di sana, jawab Revi cengengesan tak tau malu. Dasar.
"Siapa yang gak bakal tau, Revi Alsadila?" tanya seseorang di belakang Revi. Refleks Shefa langsung menahan tawanya ketika tahu siapa orang yang baru saja berbicara.
Revi pun langsung membalikkan badannya dengan segera.
"Ya Kev, ucapan Revi terpotong, matanya melebar karena kaget. "Kok? Kamu kok bisa di sini?" tanya Revi kaget campur bingung. Ia juga merasa sedikit malu, jangan-jangan lelaki ini mendengar apa yang baru saja dikatakannya? Oh tidak ini bencana.
"Tentu saja aku bisa di sini, memangnya kenapa? Gak boleh? Apa kamu gak senang aku bisa di sini setelah sekian lama kita gak ketemu?" tanya laki-laki itu sambil tersenyum penuh arti.
"Te..tentu saja aku senang. Tapi, kok bisa? Dan, apa ini? Kamu memakai seragam sekolah ini? Kamu pindah ke sini?" tanya Revi semakin kaget dan melotot.
"Yap, akhirnya aku memutuskan untuk pindah ke sini karena aku yakin gadisku ini akan berulah jika lama tak bertemu denganku. Dan yang benar saja, baru seminggu aku di sini kau sudah seperti itu,” jawab laki-laki itu yang tak lain adalah Kevin, kekasih Revi sejak lama.
"Eh? Maaf, aku hanya bercanda saja itu tadi, ya kan Shef? Eh, Shef? Shefa mana? Kamu liat nggak?" ucap Revi sambil celingak-celinguk mencari sahabatnya itu. Tumben-tumbenan Shefa pergi gak bilang-bilang dulu padanya.
"Dia tadi diajak pergi sama cowok, pacarnya mungkin,” jawab Kevin singkat. "Ya sudah berilah mereka waktu berdua, dan berilah waktu untuk kita berdua juga. Ke taman belakang?" ucap Kevin lagi sambil tersenyum manis.
"Ah baiklah, tentu saja, jawab Revi sambil tersenyum juga. Di dalam hatinya, ia sangat senang mengetahui bahwa sekarang Kevin sudah berada di dekatnya lagi. Hanya Kevin lah yang bisa mengendalikan hiperaktifnya Revi, sudah terbukti sekarang ini, Revi yang awalnya bersuara keras pada Shefa tiba-tiba bersuara lembut pada Kevin. Senyumnya juga semakin melebar karena khayalannya yang meluas bahwa sekarang kekasih tercintanya akan selalu berada di dekatnya. Namun, sebenarnya ia juga masih bingung, dengan siapa Shefa pergi tadi?

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

First Impression

“Shariaaa tungguinnnn,” teriak seorang gadis berjilbab putih dari ujung koridor sambil mengangkat sedikit rok biru dongker nya agar langkahnya lebih leluasa. Bros berwarna merah dengan bentuk stroberi yang terpasang manis di kepala sebelah kirinya berayun-ayun kecil mengikuti setiap langkah kakinya yang tergesa. Sementara di ujung koridor yang lain, gadis dengan seragam yang sama dengan gadis tadi masih berjalan santai tanpa menghiraukan teriakan kawannya itu. Langkahnya tetap sama, tanpa berkeinginan untuk mengurangi kecepatannya. Dari wajahnya tersirat senyuman iseng yang menyebalkan, tentu tanpa sepengetahuan kawannya. “ Hoy Shariaaa!! Tungguinn!” teriak gadis itu lagi sambil menambah kecepatannya untuk menyusul kawannya yang sedang menulikan diri. “ Hueh dipanggilin daritadi juga,” ucap gadis itu setelah bisa menyejajarkan langkahnya dengan gadis satunya, nafasnya lumayan terengah juga karena berlarian dari kelas mereka yang terletak di koridor paling ujung. “Salah sendiri...

A Pathetic Love

Gadis berambut sepinggang dengan aksesori serba  pink  itu menyusuri koridor sekolah tanpa semangat. Berulang kali ia menghela napas berat, seakan tak kuat menghadapi hari ini. Beberapa pasang mata melihatnya dengan pandangan sinis, hal ini semakin membuat gadis itu merasa malas berada di sekolah. Kini, ia sudah bertekad kuat bahwa tak akan menemui laki-laki itu lagi. Sekalipun dulu sebelum kepindahannya mereka adalah sahabat karib, namun semuanya sudah terasa lain. Manusianya sama, namun rasa di antara mereka sudah berbeda. Sedikit manis, banyak pahitnya. Berbagai kasak-kusuk yang menyebut nama ‘Valda’ didengarnya sejak tadi, namun sama sekali tak dihiraukannya. Seolah-olah tak terjadi apa-apa. Gadis itu menghela napas lega ketika pintu kelasnya sudah semakin dekat, ia ingin segera masuk dan lepas dari pandangan mencemooh orang-orang di sekitarnya. Bukan semua orang memang, hanyalah kaum perempuan saja. Ketika ia memasuki kelas, hanya beberapa orang saja yang sudah da...

Secuil Cerita Tentang ODOP dan Aku

Menulis. Sesuatu hal yang menurut beberapa orang mudah. Awalnya, aku pun merasa begitu karena semua beban yang ada di ubun-ubun bisa kutuangkan dalam tulisan. Meskipun bentuknya benar-benar awut-awutan dan jauh dari kata benar. Selama itu, aku masih merasa bahwa menulis adalah sesuatu hal yang mudah sebelum kutemukan komunitas menulis paling keren yang benar-benar kucintai ini. One Day One Post . Awal memasuki komunitas ini, aku merasa ketar-ketir juga karena takut tak bisa konsisten dalam menulis. Hingga akhirnya hari demi hari berlalu dan aku beserta 46 orang lainnya dinyatakan lulus dari ODOP. Tapi, perjuangan tak hanya sampai di situ saja. Masih ada materi untuk kelas lanjutan yang mewajibkan anggotanya untuk memilih antara fiksi atau non fiksi. Dan karena kesenanganku adalah berkhayal, maka aku pun memilih fiksi untuk menjadi kelanjutan studiku. Masuk di kelas fiksi, aku merasa benar-benar bodoh. Tulisanku jauh sekali di bawah kawan-kawan seperjuangan yang rata-rata sudah...