Orang bilang, untaian kata dapat mewakili rasa. Orang bilang, untaian kata dapat menghancurkan segalanya. Orang bilang, untaian kata dapat membangun rasa percaya. Bagiku, untaian kata dapat memporak-porandakan rasa di dada. Apalagi ketika kau berkata bahwa semuanya tak lagi sama. Kita yang dahulu pernah sedekat nadi, namun kini harus saling berjauhan bagai bumi dan matahari. Kita yang dahulu pernah saling mengisi hari-hari, kini saling melupakan apa yang pernah terjadi. Secepat itukah, sebuah rasa harus kurelakan. Secepat itukah, rasa sayang harus diikhlaskan. Secepat itukah, hati ini harus dihancurkan. Kamu. Seorang yang berhasil mengisi hatiku beberapa belas bulan belakangan. Namun sayang, kini tak ada lagi yang bisa diharapkan. Dariku, yang masih memiliki perasaan.
Malam
ini, di tempat yang sepi, gelap, dan dingin. Kami, anggota PRAMUKA masih saja
diberikan materi loyalitas. Lelah memang, setelah seharian ini menjalani
berbagai macam tes agar layak untuk menjadi dewan kerja satu tahun ke depan.
Alhamdulillah, sekarang ini sudah sesi materi yang terakhir, setidaknya
beberapa menit lagi kami dapat mengistirahatkan tubuh sejenak sebelum materi
selanjutnya keesokan hari. Mungkin kalian bertanya-tanya, 'apa sih enaknya
PRAMUKA?' 'PRAMUKA banyak materi doang, gak seru!' 'Kurang kerjaan banget sih
anak PRAMUKA, malming malah nginap di sekolahan'. Sungguh itu benar-benar
persepsi yang SALAH. PRAMUKA bukan hanya melulu tentang materi, namun juga
praktek, kerja nyata. Kami dididik menjadi seorang yang disiplin, berani, dan
loyal terhadap ambalan kami. Jangan remehkan organisasi kami, karena
sesungguhnya dalam organisasi inilah kami punya keluarga kedua. Tempat berbagi
suka, duka, dan tawa bersama. Makanan pula tentunya hehe.
Akhirnya
waktu yang paling ditunggu tiba juga, kami semua pun cepat-cepat menuju tempat
yang diinstruksikan sebagai tempat tidur kami nantinya. Calon Dewan Pa tidur di
tempat parkir sebelah barat, sedangkan Calon Dewan Pi tidur di kantin. Kami
sudah terbiasa dididik keras seperti ini. Tidur tanpa alas, tanpa selimut, di
tengah dinginnya malam, dan baru saja diguyur air pula, kedinginan memang, tapi
kami sudah sangat terbiasa. Aku memilih tidur di bagian kantin yang paling
dekat dengan lapangan, berjaga-jaga apabila tiba-tiba kami dibangunkan dini
hari. Sekilas, sebelum memejamkan mata untuk beristirahat, aku melirik jam
tangan yang melingkar di pergelangan tangan kiriku, pukul 23.30.
“CALON DEWAN
KELAS 11 HARAP SEGERA MENUJU KE LAPANGAN!!”
“DEK BANGUN
DEK!!”
“HEY CEPAT
BANGUN!! LARII!!”
“LELET KALIAN
INI!!”
“CALON DEWAN TAPI
LELET KALIAN INI, NGGILANI!!”
Pada teriakan yang pertama, aku langsung terjaga dan
berlari menuju lapangan. Kebetulan para senior berteriak dekat dengan tempatku
tidur tadi, maka dari itu aku bisa langsung terjaga.
“CALON DEWAN
LELET! GOBLOK! MAU JADI APA DEWAN KALIAN NANTI?”
“HEH KAMU YANG DI
POJOK! NGANTUK KAMU? KURANG TIDURNYA?”
Teriakan dan ucapan-ucapan kasar pun langsung
bertebaran di udara sekelilingku ketika ada salah satu dari kami yang berani
menjawab pertanyaan senior itu. Sebenarnya, inilah yang paling kubenci. Memang
aku cinta dengan PRAMUKA, tapi aku benci bila saat gladi mental seperti ini,
mereka harus berucap kata-kata kasar yang tak pantas didengar.
Tak terasa, 2 jam sudah kami diteriaki oleh senior.
Telinga sudah mati rasa dan badan juga terasa lelah akibat dinginnya angin yang
menerpa malam itu. Ditambah pula ada adegan disemprot air oleh salah satu
senior, sudah pasti tubuh kami menggigil karenanya.
**
Latihan Dasar Kepemimpinan (LDK) bagi calon dewan
akhirnya selesai juga. Selesai acara itu, aku langsung pulang dan memuaskan
tidurku yang tertunda karena ada gladian mental semalam.
Tak terasa, satu bulan berlalu. Kami calon dewan baru
sudah waktunya mengikuti MUGUS (Musyawarah Gugus Depan). Di MUGUS inilah
nantinya akan ditentukan jabatan-jabatan bagi para calon dewan baru. Dan aku,
sangat ingin jadi Bankir (Bendahara Gudep). Sidang Paripurna satu dan dua
akhirnya selesai juga, sekarang waktunya penghitungan suara Pradana. Tak
disangka, yang menjadi Pradana Pi adalah teman sekelasku sendiri, namanya Aryanti.
Aryanti ini kukenal dengan pribadi yang kalem dan penuh kasih sayang, selama
ini ia sulit sekali untuk tegas. Dan sebenarnya, dewan kami pun awalnya ragu juga,
akankah Aryanti bisa memimpin kami?
Setelah Pradana sudah terpilih, sekarang waktunya
Pradana terpilih menentukan jabatan bagi para anggotanya bersama dengan Pradana
lama dan beberapa alumni, sementara yang lain ishoma. Saat itu, aku percaya
diri saja karena beberapa waktu lalu aku pernah mengutarakan jabatan yang
kuinginkan pada Aryanti. Namun tak kusangka, saat pembacaan Susunan Dewan Kerja
Ambalan Periode 2016/2017, kudengar jelas bahwa namaku “Safina Rahayu Utami”
sebagai KERANI PI (Sekretaris Gudep). Aku shock
seketika saat itu, aku sama sekali tak mengira akan dijadikan Kerani. Aku sama
sekali tak tahu menahu tentang ilmu Kerani, dan.. aku sempat kecewa pada
Aryanti. Bahkan, yang jadi Bankir adalah Tika, ia tak datang saat LDK maupun
MUGUS, dan hampir saja keluar dari PRAMUKA, tetapi malah dijadikan Bankir.
Jujur, aku sangat kecewa.
Keesokan paginya, kami para dewan baru pun dilantik
dan sah menjadi Dewan Kerja Ambalan Periode 2016/2017. Aku, yang masih minim
ilmuku tentang surat menyurat, proposal, dan sebagainya, masih saja kecewa akan
keputusan Pradana.
Aryanti sadar akan kekecewaanku, dia mengajakku
menjauh sedikit dari teman-teman yang lain. Dia berkata bahwa jabatan ini dilimpahkan
padaku atas saran Kak Yudha, Pradana Pa yang lama. Kak Yudha berkata bahwa aku
bisa menjadi Kerani sekaligus Bankir, sedangkan Tika hanya bisa jadi Bankir
saja. Maka dari itu, Kak Yudha menyarankan agar aku dijadikan Kerani. Mendengar
penjelasan itu, aku sedikit merasa lega dan mulai menerima keadaan. Pikiran
positif perlahan masuk ke otakku, “Jadi Kerani terlihat menantang juga, not too bad lah,” batinku saat itu.
Semenjak itu, jadilah aku Kerani Pi DKA EXPRESS.
Meski ilmuku masih sedikit, namun aku terus berusaha hingga bisa menjadi Kerani
yang sesungguhnya. Jadi Kerani juga mengajarkanku banyak hal, terutama tentang
kesabaran. Selain itu, aku jadi bisa menggunakan aplikasi Corel Draw meskipun
tak terlalu mahir. Terima kasih Kak Yudha, mungkin bila engkau tak meletakkanku
di jabatan ini, aku tak akan bisa mendapat pengalaman berharga sebanyak ini.
Komentar
Posting Komentar