Langsung ke konten utama

Untaian Kata

Orang bilang, untaian kata dapat mewakili rasa. Orang bilang, untaian kata dapat menghancurkan segalanya. Orang bilang, untaian kata dapat membangun rasa percaya. Bagiku, untaian kata dapat memporak-porandakan rasa di dada. Apalagi ketika kau berkata bahwa semuanya tak lagi sama. Kita yang dahulu pernah sedekat nadi, namun kini harus saling berjauhan bagai bumi dan matahari. Kita yang dahulu pernah saling mengisi hari-hari, kini saling melupakan apa yang pernah terjadi. Secepat itukah, sebuah rasa harus kurelakan. Secepat itukah, rasa sayang harus diikhlaskan. Secepat itukah, hati ini harus dihancurkan. Kamu. Seorang yang berhasil mengisi hatiku beberapa belas bulan belakangan. Namun sayang, kini tak ada lagi yang bisa diharapkan. Dariku, yang masih memiliki perasaan.

The Incredible Incident

Malam ini, di tempat yang sepi, gelap, dan dingin. Kami, anggota PRAMUKA masih saja diberikan materi loyalitas. Lelah memang, setelah seharian ini menjalani berbagai macam tes agar layak untuk menjadi dewan kerja satu tahun ke depan. Alhamdulillah, sekarang ini sudah sesi materi yang terakhir, setidaknya beberapa menit lagi kami dapat mengistirahatkan tubuh sejenak sebelum materi selanjutnya keesokan hari. Mungkin kalian bertanya-tanya, 'apa sih enaknya PRAMUKA?' 'PRAMUKA banyak materi doang, gak seru!' 'Kurang kerjaan banget sih anak PRAMUKA, malming malah nginap di sekolahan'. Sungguh itu benar-benar persepsi yang SALAH. PRAMUKA bukan hanya melulu tentang materi, namun juga praktek, kerja nyata. Kami dididik menjadi seorang yang disiplin, berani, dan loyal terhadap ambalan kami. Jangan remehkan organisasi kami, karena sesungguhnya dalam organisasi inilah kami punya keluarga kedua. Tempat berbagi suka, duka, dan tawa bersama. Makanan pula tentunya hehe.
Akhirnya waktu yang paling ditunggu tiba juga, kami semua pun cepat-cepat menuju tempat yang diinstruksikan sebagai tempat tidur kami nantinya. Calon Dewan Pa tidur di tempat parkir sebelah barat, sedangkan Calon Dewan Pi tidur di kantin. Kami sudah terbiasa dididik keras seperti ini. Tidur tanpa alas, tanpa selimut, di tengah dinginnya malam, dan baru saja diguyur air pula, kedinginan memang, tapi kami sudah sangat terbiasa. Aku memilih tidur di bagian kantin yang paling dekat dengan lapangan, berjaga-jaga apabila tiba-tiba kami dibangunkan dini hari. Sekilas, sebelum memejamkan mata untuk beristirahat, aku melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kiriku, pukul 23.30.
“CALON DEWAN KELAS 11 HARAP SEGERA MENUJU KE LAPANGAN!!”
“DEK BANGUN DEK!!”
“HEY CEPAT BANGUN!! LARII!!”
“LELET KALIAN INI!!”
“CALON DEWAN TAPI LELET KALIAN INI, NGGILANI!!”
Pada teriakan yang pertama, aku langsung terjaga dan berlari menuju lapangan. Kebetulan para senior berteriak dekat dengan tempatku tidur tadi, maka dari itu aku bisa langsung terjaga.
“CALON DEWAN LELET! GOBLOK! MAU JADI APA DEWAN KALIAN NANTI?”
“HEH KAMU YANG DI POJOK! NGANTUK KAMU? KURANG TIDURNYA?”
Teriakan dan ucapan-ucapan kasar pun langsung bertebaran di udara sekelilingku ketika ada salah satu dari kami yang berani menjawab pertanyaan senior itu. Sebenarnya, inilah yang paling kubenci. Memang aku cinta dengan PRAMUKA, tapi aku benci bila saat gladi mental seperti ini, mereka harus berucap kata-kata kasar yang tak pantas didengar.
Tak terasa, 2 jam sudah kami diteriaki oleh senior. Telinga sudah mati rasa dan badan juga terasa lelah akibat dinginnya angin yang menerpa malam itu. Ditambah pula ada adegan disemprot air oleh salah satu senior, sudah pasti tubuh kami menggigil karenanya.
**
Latihan Dasar Kepemimpinan (LDK) bagi calon dewan akhirnya selesai juga. Selesai acara itu, aku langsung pulang dan memuaskan tidurku yang tertunda karena ada gladian mental semalam.
Tak terasa, satu bulan berlalu. Kami calon dewan baru sudah waktunya mengikuti MUGUS (Musyawarah Gugus Depan). Di MUGUS inilah nantinya akan ditentukan jabatan-jabatan bagi para calon dewan baru. Dan aku, sangat ingin jadi Bankir (Bendahara Gudep). Sidang Paripurna satu dan dua akhirnya selesai juga, sekarang waktunya penghitungan suara Pradana. Tak disangka, yang menjadi Pradana Pi adalah teman sekelasku sendiri, namanya Aryanti. Aryanti ini kukenal dengan pribadi yang kalem dan penuh kasih sayang, selama ini ia sulit sekali untuk tegas. Dan sebenarnya, dewan kami pun awalnya ragu juga, akankah Aryanti bisa memimpin kami?
Setelah Pradana sudah terpilih, sekarang waktunya Pradana terpilih menentukan jabatan bagi para anggotanya bersama dengan Pradana lama dan beberapa alumni, sementara yang lain ishoma. Saat itu, aku percaya diri saja karena beberapa waktu lalu aku pernah mengutarakan jabatan yang kuinginkan pada Aryanti. Namun tak kusangka, saat pembacaan Susunan Dewan Kerja Ambalan Periode 2016/2017, kudengar jelas bahwa namaku “Safina Rahayu Utami” sebagai KERANI PI (Sekretaris Gudep). Aku shock seketika saat itu, aku sama sekali tak mengira akan dijadikan Kerani. Aku sama sekali tak tahu menahu tentang ilmu Kerani, dan.. aku sempat kecewa pada Aryanti. Bahkan, yang jadi Bankir adalah Tika, ia tak datang saat LDK maupun MUGUS, dan hampir saja keluar dari PRAMUKA, tetapi malah dijadikan Bankir. Jujur, aku sangat kecewa.
Keesokan paginya, kami para dewan baru pun dilantik dan sah menjadi Dewan Kerja Ambalan Periode 2016/2017. Aku, yang masih minim ilmuku tentang surat menyurat, proposal, dan sebagainya, masih saja kecewa akan keputusan Pradana.
Aryanti sadar akan kekecewaanku, dia mengajakku menjauh sedikit dari teman-teman yang lain. Dia berkata bahwa jabatan ini dilimpahkan padaku atas saran Kak Yudha, Pradana Pa yang lama. Kak Yudha berkata bahwa aku bisa menjadi Kerani sekaligus Bankir, sedangkan Tika hanya bisa jadi Bankir saja. Maka dari itu, Kak Yudha menyarankan agar aku dijadikan Kerani. Mendengar penjelasan itu, aku sedikit merasa lega dan mulai menerima keadaan. Pikiran positif perlahan masuk ke otakku, “Jadi Kerani terlihat menantang juga, not too bad lah,” batinku saat itu.

Semenjak itu, jadilah aku Kerani Pi DKA EXPRESS. Meski ilmuku masih sedikit, namun aku terus berusaha hingga bisa menjadi Kerani yang sesungguhnya. Jadi Kerani juga mengajarkanku banyak hal, terutama tentang kesabaran. Selain itu, aku jadi bisa menggunakan aplikasi Corel Draw meskipun tak terlalu mahir. Terima kasih Kak Yudha, mungkin bila engkau tak meletakkanku di jabatan ini, aku tak akan bisa mendapat pengalaman berharga sebanyak ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

First Impression

“Shariaaa tungguinnnn,” teriak seorang gadis berjilbab putih dari ujung koridor sambil mengangkat sedikit rok biru dongker nya agar langkahnya lebih leluasa. Bros berwarna merah dengan bentuk stroberi yang terpasang manis di kepala sebelah kirinya berayun-ayun kecil mengikuti setiap langkah kakinya yang tergesa. Sementara di ujung koridor yang lain, gadis dengan seragam yang sama dengan gadis tadi masih berjalan santai tanpa menghiraukan teriakan kawannya itu. Langkahnya tetap sama, tanpa berkeinginan untuk mengurangi kecepatannya. Dari wajahnya tersirat senyuman iseng yang menyebalkan, tentu tanpa sepengetahuan kawannya. “ Hoy Shariaaa!! Tungguinn!” teriak gadis itu lagi sambil menambah kecepatannya untuk menyusul kawannya yang sedang menulikan diri. “ Hueh dipanggilin daritadi juga,” ucap gadis itu setelah bisa menyejajarkan langkahnya dengan gadis satunya, nafasnya lumayan terengah juga karena berlarian dari kelas mereka yang terletak di koridor paling ujung. “Salah sendiri...

A Pathetic Love

Gadis berambut sepinggang dengan aksesori serba  pink  itu menyusuri koridor sekolah tanpa semangat. Berulang kali ia menghela napas berat, seakan tak kuat menghadapi hari ini. Beberapa pasang mata melihatnya dengan pandangan sinis, hal ini semakin membuat gadis itu merasa malas berada di sekolah. Kini, ia sudah bertekad kuat bahwa tak akan menemui laki-laki itu lagi. Sekalipun dulu sebelum kepindahannya mereka adalah sahabat karib, namun semuanya sudah terasa lain. Manusianya sama, namun rasa di antara mereka sudah berbeda. Sedikit manis, banyak pahitnya. Berbagai kasak-kusuk yang menyebut nama ‘Valda’ didengarnya sejak tadi, namun sama sekali tak dihiraukannya. Seolah-olah tak terjadi apa-apa. Gadis itu menghela napas lega ketika pintu kelasnya sudah semakin dekat, ia ingin segera masuk dan lepas dari pandangan mencemooh orang-orang di sekitarnya. Bukan semua orang memang, hanyalah kaum perempuan saja. Ketika ia memasuki kelas, hanya beberapa orang saja yang sudah da...

Secuil Cerita Tentang ODOP dan Aku

Menulis. Sesuatu hal yang menurut beberapa orang mudah. Awalnya, aku pun merasa begitu karena semua beban yang ada di ubun-ubun bisa kutuangkan dalam tulisan. Meskipun bentuknya benar-benar awut-awutan dan jauh dari kata benar. Selama itu, aku masih merasa bahwa menulis adalah sesuatu hal yang mudah sebelum kutemukan komunitas menulis paling keren yang benar-benar kucintai ini. One Day One Post . Awal memasuki komunitas ini, aku merasa ketar-ketir juga karena takut tak bisa konsisten dalam menulis. Hingga akhirnya hari demi hari berlalu dan aku beserta 46 orang lainnya dinyatakan lulus dari ODOP. Tapi, perjuangan tak hanya sampai di situ saja. Masih ada materi untuk kelas lanjutan yang mewajibkan anggotanya untuk memilih antara fiksi atau non fiksi. Dan karena kesenanganku adalah berkhayal, maka aku pun memilih fiksi untuk menjadi kelanjutan studiku. Masuk di kelas fiksi, aku merasa benar-benar bodoh. Tulisanku jauh sekali di bawah kawan-kawan seperjuangan yang rata-rata sudah...