Langsung ke konten utama

Untaian Kata

Orang bilang, untaian kata dapat mewakili rasa. Orang bilang, untaian kata dapat menghancurkan segalanya. Orang bilang, untaian kata dapat membangun rasa percaya. Bagiku, untaian kata dapat memporak-porandakan rasa di dada. Apalagi ketika kau berkata bahwa semuanya tak lagi sama. Kita yang dahulu pernah sedekat nadi, namun kini harus saling berjauhan bagai bumi dan matahari. Kita yang dahulu pernah saling mengisi hari-hari, kini saling melupakan apa yang pernah terjadi. Secepat itukah, sebuah rasa harus kurelakan. Secepat itukah, rasa sayang harus diikhlaskan. Secepat itukah, hati ini harus dihancurkan. Kamu. Seorang yang berhasil mengisi hatiku beberapa belas bulan belakangan. Namun sayang, kini tak ada lagi yang bisa diharapkan. Dariku, yang masih memiliki perasaan.

Unexpected Meeting-2

“Kita ke mana Rev?” tanyaku sambil mengutak-atik smartphoneku. Sekadar memberi kabar pada mama bahwa pulangku nanti lebih lambat.
“Ke Bukit Daun aja ya? Pokok ke Bukit Daun titik,” jawab Revi. Dia memang begitu, selalu saja memaksa. Namun aku sudah biasa.
Setelah masuk ke Bukit Daun, entah kenapa pikiranku langsung fresh menatap pemandangan yang ada di sekitar. Revi benar, renang di Bukit Daun memang bisa membuat mata, pikiran, serta hatiku lebih adem dan tenang.
***
"Gak nyemplung?" tanya Revi yang sudah berganti baju dan sekarang sedang merapikan rambut sebahunya yang kekinian itu.
"Yaiyalah, ntaran tungguin aku ganti dulu, jawabku cepat lalu langsung lari ke ruang ganti.
Sebelum keluar ruang ganti, aku melihat pantulan diriku sendiri di cermin, tidak terlalu ketat dan panjang, aku memang selalu memakai baju renang lengan panjang dengan bawahan selutut. Setidaknya aku masih tau etika dan sopan santun.
Setelah merasa kalau pakaianku sopan, aku pun keluar ruangan dan langsung menghampiri tasku yang tadinya di sana ada Revi. Tapi saat aku ke sana, ternyata Revi udah gak ada di tempat.
Aku pun mengedarkan pandangan ke sekitar, mencari cari di mana keberadaan Revi, tapi gak ketemu juga. Akhirnya aku memilih untuk duduk di sisi kolam sambil memainkan kaki di air, mencoba beradaptasi dengan dinginnya air di sini.
Saat sedang nyaman nyamannya main sama air dingin yang ada di sini, tiba-tiba ada yang memegangi kedua kakiku, refleks aku pun langsung nendang orang tersebut sekuat tenaga, gak sopan banget!
"Heh apaan sih! Gak sopan banget lu!" teriakku setelah menendang orang tersebut dengan sekuat tenaga.
"Auww, sakit kali! Eh, kamu siapa?" dia terkejut sambil mengusap usap wajahnya yang tampak mulai memerah. Dari suaranya sih kayaknya cowok.
"Harusnya gue yang tanya, lo siapa? Seenaknya megang megang kaki gue, lo pikir gue apaan hah?!" bentakku marah. Mungkin bila bisa digambarkan, sudah muncul tanduk kali di atas kepalaku ini.
"Hehe sorry, aku kira kamu temenku. Maaf ya cantik," jawabnya dengan senyum yang dibuat sok ganteng. Cih! "By the way, namaku Radit, Raditya Atkinson, ucapnya lagi sambil tersenyum. Muak banget liatnya.
"Gaada yang nanya!" jawabku ketus lalu langsung pergi ninggalin cowok gak punya malu itu, masih kesel aja dia seenaknya pegang-pegang kakiku.
"Eh, tunggu! Nama kamu siapa?" teriak dia lagi.
Aku pura pura tidak mendengar ucapannya dan tetep lanjut jalan seolah gak ada hal apa pun yang terjadi. Tak ku sangka, ternyata dia ngejar aku! Niat amat sih, keliatan banget playboy nya.
"Tungguu! Nama kamu siapa?" dia berdiri di depanku, menghalangi langkahku. Terpaksa aku pun berhenti.
Aku pun langsung balik badan, berniat menghindari cowok itu, tapi dia narik tanganku. Diulangi, DIA NARIK TANGANKU!
"Apa sih?! Lepas!" refleks aku langsung menyentakkan tanganku yang ditariknya, tapi pegangannya terlalu kuat untuk tenagaku.
"Kamu marah sama aku?" tanyanya sambil tersenyum sok ganteng kayak tadi, dan masih menarik tanganku.
"Gak. Lepasin!" jawabku jutek sambil menggeliatkan tanganku biar lepas dari pegangan dia.
"Kenapa gamau jawab pertanyaanku?" tanya dia lagi.
"Harus emangnya?" tanyaku lagi dan langsung balik badan.
"Eittt.. Buru buru aja nengg,” dia menghalangi langkahku lagi.
"Pergi atau gue teriak begal!" jawabku amat kesal dan frustasi. Ini cowok maunya apa sih?
"Teriak aja kalo berani!" jawabnya dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.
"BEG!! Hmphhhh,” belum selesai teriak, mulutku sudah dibekap sama tangan dia.
"Ternyata kamu punya nyali juga ya manis,” ucapnya dengan pandangan meremehkan. Aku gak suka diremehin!
Refleks aku pun ngegigit tangan dia dan kakiku nendang dia lagi, untung aja dulu aku sempet belajar silat dikit dikit.
"Auwww! Gila lu ya, cantik cantik setengah cowok!" teriaknya sambil mengibaskan tangannya yang memerah hampir berdarah bekas gigitanku.
"Bodo amat!", jawabku santai sambil melenggang pergi meninggalkan dia yang masih menatapku nanar.
**
Setelah puas main air dan berusaha buat me-refresh pikiran lagi, aku pun ngajak Revi pulang, ternyata tadi dia main di wahana anak-anak makanya aku nyari ke mana-mana gak ketemu. Dasar remaja setengah bayi!
Malam harinya, aku belajar seperti biasa, besok nggak ada ujian sih, jadi aku agak santai belajarnya, ada tugas tapi udah selesai.
Di tengah asiknya berkutat dengan matematika, tiba tiba Revi ngirim chat lewat line.
Habis ini bakal ada yang add kamu di line. Harus diaccept!
Dih apaan coba, maksa banget.
Lalu beberapa detik kemudian,
Raditya Atkinson add you as a friend.
What? Bukannya ini cowo agak mesum yang tadi ya?
ShefaHyl : Kok cecurut bukit daun itu bisa tau id lineku sih? Lu ya yang ngasi tau?
ReviAlsa : Kok cecurut sih? Orang cogan gitu dikata cecurut. Udah jangan banyak omong lu accept aja!
ShefaHyl : Emang pantes dikata cecurut. Males ah! Gakenal juga.
ReviAlsa : Maka dari itu di accept aja Shef! Sapa tau jodoh lu ye kan :'v
Apaan coba si Revi ini.
ShefaHyl : Pokoknya gabakal gue accept.
Setelah itu aku pun langsung matiin data seluler dan lanjut belajar matematika. Pukul 21.30 tepat, aku udah selesai belajar, dan sekarang aku dilanda kesuwungan yang amat sangat. Enaknya ngapain ya? Tidur aja deh.
**
Author POV
Drttt drttt drttt drttt
Dengan mata masih tertutup dari balik selimut tebal, Shefa meraba raba meja kecil di samping tempat tidurnya, berusaha mengambil smartphonenya untuk mematikan alarm. Namun setelah alarmnya mati, bukannya langsung bangun dan shalat tapi malah tidur lagi. Dasar kebo!
Selama 30 menit Shefa masih melanjutkan tidurnya, tidak menyadari bahwa waktu berlalu begitu cepat dan sekarang sudah jam setengah 6 pagi.
Bruk!
Shefa terjatuh dari tempat tidur. Anehnya, dia tidak merasakan kalau dirinya terjatuh dari tempat tidur dan tetap tidur dengan pulasnya.
"Shefaa cepat bangun! Sudah jam segini masih tidur aja, kamu terlambat nanti! Sudah jam setengah 7 Shefa!" ucap mama Shefa sambil mengguncang tubuh Shefa.
"Hah? Setengah 7 mah? Gilaaaa waktunyaa pikettt!!!" Shefa pun langsung membuka mata lebar lebar dan berlari ke kamar mandi cepat cepat.

"Dasar Shefa! Kalo gak diginiin pasti susah bangun", ucap mama Shefa geleng-geleng sambil keluar kamar untuk menyiapkan sarapan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

First Impression

“Shariaaa tungguinnnn,” teriak seorang gadis berjilbab putih dari ujung koridor sambil mengangkat sedikit rok biru dongker nya agar langkahnya lebih leluasa. Bros berwarna merah dengan bentuk stroberi yang terpasang manis di kepala sebelah kirinya berayun-ayun kecil mengikuti setiap langkah kakinya yang tergesa. Sementara di ujung koridor yang lain, gadis dengan seragam yang sama dengan gadis tadi masih berjalan santai tanpa menghiraukan teriakan kawannya itu. Langkahnya tetap sama, tanpa berkeinginan untuk mengurangi kecepatannya. Dari wajahnya tersirat senyuman iseng yang menyebalkan, tentu tanpa sepengetahuan kawannya. “ Hoy Shariaaa!! Tungguinn!” teriak gadis itu lagi sambil menambah kecepatannya untuk menyusul kawannya yang sedang menulikan diri. “ Hueh dipanggilin daritadi juga,” ucap gadis itu setelah bisa menyejajarkan langkahnya dengan gadis satunya, nafasnya lumayan terengah juga karena berlarian dari kelas mereka yang terletak di koridor paling ujung. “Salah sendiri...

A Pathetic Love

Gadis berambut sepinggang dengan aksesori serba  pink  itu menyusuri koridor sekolah tanpa semangat. Berulang kali ia menghela napas berat, seakan tak kuat menghadapi hari ini. Beberapa pasang mata melihatnya dengan pandangan sinis, hal ini semakin membuat gadis itu merasa malas berada di sekolah. Kini, ia sudah bertekad kuat bahwa tak akan menemui laki-laki itu lagi. Sekalipun dulu sebelum kepindahannya mereka adalah sahabat karib, namun semuanya sudah terasa lain. Manusianya sama, namun rasa di antara mereka sudah berbeda. Sedikit manis, banyak pahitnya. Berbagai kasak-kusuk yang menyebut nama ‘Valda’ didengarnya sejak tadi, namun sama sekali tak dihiraukannya. Seolah-olah tak terjadi apa-apa. Gadis itu menghela napas lega ketika pintu kelasnya sudah semakin dekat, ia ingin segera masuk dan lepas dari pandangan mencemooh orang-orang di sekitarnya. Bukan semua orang memang, hanyalah kaum perempuan saja. Ketika ia memasuki kelas, hanya beberapa orang saja yang sudah da...

Secuil Cerita Tentang ODOP dan Aku

Menulis. Sesuatu hal yang menurut beberapa orang mudah. Awalnya, aku pun merasa begitu karena semua beban yang ada di ubun-ubun bisa kutuangkan dalam tulisan. Meskipun bentuknya benar-benar awut-awutan dan jauh dari kata benar. Selama itu, aku masih merasa bahwa menulis adalah sesuatu hal yang mudah sebelum kutemukan komunitas menulis paling keren yang benar-benar kucintai ini. One Day One Post . Awal memasuki komunitas ini, aku merasa ketar-ketir juga karena takut tak bisa konsisten dalam menulis. Hingga akhirnya hari demi hari berlalu dan aku beserta 46 orang lainnya dinyatakan lulus dari ODOP. Tapi, perjuangan tak hanya sampai di situ saja. Masih ada materi untuk kelas lanjutan yang mewajibkan anggotanya untuk memilih antara fiksi atau non fiksi. Dan karena kesenanganku adalah berkhayal, maka aku pun memilih fiksi untuk menjadi kelanjutan studiku. Masuk di kelas fiksi, aku merasa benar-benar bodoh. Tulisanku jauh sekali di bawah kawan-kawan seperjuangan yang rata-rata sudah...