Orang bilang, untaian kata dapat mewakili rasa. Orang bilang, untaian kata dapat menghancurkan segalanya. Orang bilang, untaian kata dapat membangun rasa percaya. Bagiku, untaian kata dapat memporak-porandakan rasa di dada. Apalagi ketika kau berkata bahwa semuanya tak lagi sama. Kita yang dahulu pernah sedekat nadi, namun kini harus saling berjauhan bagai bumi dan matahari. Kita yang dahulu pernah saling mengisi hari-hari, kini saling melupakan apa yang pernah terjadi. Secepat itukah, sebuah rasa harus kurelakan. Secepat itukah, rasa sayang harus diikhlaskan. Secepat itukah, hati ini harus dihancurkan. Kamu. Seorang yang berhasil mengisi hatiku beberapa belas bulan belakangan. Namun sayang, kini tak ada lagi yang bisa diharapkan. Dariku, yang masih memiliki perasaan.
Apakah mungkin mereka adalah orang yang sama? Apakah mungkin aku masih dipertemukan lagi dengan dirinya? Tidak! Aku tak ingin mengingatnya lagi. Aku benci dengannya, ya, aku harus benci dengannya! Seharusnya aku sudah tak mengingatnya lagi saat ini, ya, itulah yang seharusnya! Tapi, perasaan ini tak bisa terbendung lagi. Perasaan rindu tak bertuan yang tiba-tiba merayapi hatiku perlahan. Dafia, mungkinkah aku rindu padamu sekarang? ** It's time to have first break . “Shef, ke toilet dulu yuk. Kebelet nih udah di ujung,” ucap Revi sesaat setelah bel tanda istirahat berbunyi. Kebetulan, saat itu mereka jam kosong tanpa tugas karena guru yang seharusnya mengajar merawat putrinya yang sedang sakit di rumah. Revi yang memang sudah menahan hasratnya untuk buang air kecil sejak tadi langsung saja menarik Shefa agar menemaninya. “Iya iya sabar dulu deh Rev,” sahut Shefa sambil tangannya meraba laci meja untuk mencari novel favoritnya yang belum habis ia baca. Setelah novel ya...