Langsung ke konten utama

Untaian Kata

Orang bilang, untaian kata dapat mewakili rasa. Orang bilang, untaian kata dapat menghancurkan segalanya. Orang bilang, untaian kata dapat membangun rasa percaya. Bagiku, untaian kata dapat memporak-porandakan rasa di dada. Apalagi ketika kau berkata bahwa semuanya tak lagi sama. Kita yang dahulu pernah sedekat nadi, namun kini harus saling berjauhan bagai bumi dan matahari. Kita yang dahulu pernah saling mengisi hari-hari, kini saling melupakan apa yang pernah terjadi. Secepat itukah, sebuah rasa harus kurelakan. Secepat itukah, rasa sayang harus diikhlaskan. Secepat itukah, hati ini harus dihancurkan. Kamu. Seorang yang berhasil mengisi hatiku beberapa belas bulan belakangan. Namun sayang, kini tak ada lagi yang bisa diharapkan. Dariku, yang masih memiliki perasaan.

Kisah Nyata Beribu Makna (2)

Ini lanjutan curahan hatiku yang kemarin ya, hehe ^^
Saat itu juga aku memutuskan berkata “lek kalian panggah ngerasa Fitri seng nggawe adewe menang, silahkan. Aku gak bakal maen sesok.” Seketika umpatan kasar tak berdasar pun terlontar dari mulut tajam mereka. Aku berusaha untuk menulikan telingaku, ya, keputusanku sudah bulat dan aku tak akan merubah keputusanku kali ini.

Karep karepmu, egois og dipek dewe

Ngeroso dibutuhne cah-cah to? Heh we i duk opo-opo

Nyadar o to we i duk opo-opo, rasah kakean polah

Dan banyak lagi umpatan kasar lain yang mereka ucap, aku terus berusaha untuk menahan. Di hari itu, aku sama sekali tidak diajak bicara oleh mereka, aku pun merasa ogah dengan mereka. Sempat kudengar pembicaraan mereka,
Gak usah nyedek-nyedek cah wi neh, ketularan egois we ngko. Sawangen ae, menang po ra dee wi ngko ndek pemilihan PPIS.

      Sebenarnya aku juga merasa bingung, yang egois itu sebenernya yang mana ya? Mereka memaksakan kehendak mereka ke Fitri dan mereka bilang aku yang egois? Kalau saja ada murid dari kelasnya Fitri yang mendengar hal ini, aku yakin mereka lebih setuju pada pendapatku. Tapi biarlah, setidaknya dosaku berkurang banyak dengan mereka membenciku hihi.
Malamnya, saat aku bermain ponsel dan membuka aplikasi Whatsapp, kulihat mereka (band kelasku) sedang berlatih bersama Fitri di studio yang biasa kami gunakan latihan. Mereka sama sekali tak menganggap keberadaanku dan aku berusaha biasa saja akan hal itu. Besok paginya, saat aku baru saja masuk kelas, teman-teman sekelasku tiba-tiba saja keluar semua sambil berbisik-bisik kecil. Aku sama sekali tak mempermasalahkannya, lebih baik kesempatan bagus ini kugunakan untuk berlatih public speaking saat wawancara umum besok. Saat mereka bermain band pun aku tak sudi untuk melihat, tentu saja di sana ada Fitri. Bukannya aku membenci Fitri, tapi aku membenci keegoisan teman-teman yang memaksakan kehendaknya pada Fitri. Setelah band tampil, mereka semua masuk ke kelas sambil menyindirku, “Eh uapik ya maeng band e, untung ae enek Fitri”, “Lha yo, untung enek Fitri”.
Mereka merasa percaya diri bahwa akan memenangkan lomba band kali ini, bahkan rekaman saat mereka bermain  band barusan pun diputar bolak-balik di speaker kelasku keras-keras. Mereka terus saja memuji kebagusan band kelas meskipun kudengar suara Fitri dan Vincent saat itu tidak bisa menyatu, sedikit fals, dan banyak kesalahan lainnya. Ah biarlah, bukan urusanku lagi, untuk apa memikirkan sesuatu yang tidak penting? Bukankah hanya akan memenuhi memori otakku saja?
Tepat pukul 12.00 WIB, ada pengumuman dari pusat sekolah tentang juara dari setiap lomba yang nantinya akan tampil di acara puncak KTS. Kebetulan acara puncaknya bersamaan dengan penampilan 5 pasang finalis PPIS serta wawancaranya. Pengumuman pertama dari lomba story telling dan lain-lain, sedangkan lomba band  disebutkan paling akhir. Teman-teman sekelasku sudah percaya diri bahwa kali ini akan menang, namun nyatanya jauh dari harapan. Band kami tidak lolos dan decak kecewa banyak terdengar di kelasku ini. Seketika banyak pertentangan yang terlontar dari mulut teman-temanku, mereka masih tidak percaya dengan penilaian juri yang menurut mereka tidak adil. Saat itu aku sedang menyibukkan diri dengan membaca novel favoritku, aku hanya tertawa dalam hati, karma going on, right? Buktinya meskipun Fitri iku andil dalam band, kalian tidak menang kan?
Entah kenapa saat itu aku merasa senang di atas penderitaan temanku, kalian pikir aku jahat? Silahkan bandingkan mana yang lebih jahat, aku atau temanku? Kalian pasti bisa menganalisisnya sendiri. Memang yang kulakukan tidak sepenuhnya benar, tetapi yang mereka lakukan itu sudah pasti jauh dari benar bukan? Pada akhirnya, banyak keluhan yang terlontar dari teman sekelasku pun mulai reda dan mereka mulai beranjak pulang.
Hari ini, agenda sekolah adalah acara puncak KTS. Dan aku, sebagai salah satu finalis 10 besar tentunya akan ber-make up ria. Yah, setidaknya untuk sehari wajahku dapat terlihat lebih cantik bukan? Hihi. Aku tidak peduli apabila hari ini pun aku akan disatru oleh teman-temanku, tujuanku hanyalah agar kelas menang, tidak lebih dari itu. Hari ini semuanya berjalan lancar, dan alhamdulillah latihanku selama ini untuk bisa berjalan di atas heels setinggi 8 cm pun berhasil. Itu terbukti dengan aku tidak jatuh atau kesrimpet saat mengenakan gaun panjang dan heels tinggi. Alhamdulillah..
Tiba saatnya pengumuman berlangsung, 5 pasang finalis pun menuju panggung karena akan dipasangkan selempang jabatan. Tak kusangka, ternyata aku menjadi Duta Kesehatan kali ini. Aku sangat bahagia karena dapat membawa nama kelasku di kejuaraan, aku tak peduli lagi tentang teman-teman yang sedang membenciku karena mereka semua terlihat sama bahagianya juga dengan kemenanganku kali ini.

Pada akhirnya, kami semua berbaikan lagi, tidak ada dendam lagi diantara kita dan kesalahpahaman lain seperti sebelumnya. Kelasku (sekarang XII-IPA 1) pun menjadi kelas terkompak dengan murid yang paling sedikit, yaitu 23 hihi. Sekian atas keluh kesahku, terima kasih sudah dibaca ^^

Komentar

  1. Alhamdulillah. Friend forever ya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sahabat selamanya... Yah, kalaupun di tengah jalan ada friksi, wajar2 aja... asal segera baikan dan no dendam.. :-D

      Hapus
    2. Hihi iya alhamdulillah :) iya bener bang syaiha :D

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

First Impression

“Shariaaa tungguinnnn,” teriak seorang gadis berjilbab putih dari ujung koridor sambil mengangkat sedikit rok biru dongker nya agar langkahnya lebih leluasa. Bros berwarna merah dengan bentuk stroberi yang terpasang manis di kepala sebelah kirinya berayun-ayun kecil mengikuti setiap langkah kakinya yang tergesa. Sementara di ujung koridor yang lain, gadis dengan seragam yang sama dengan gadis tadi masih berjalan santai tanpa menghiraukan teriakan kawannya itu. Langkahnya tetap sama, tanpa berkeinginan untuk mengurangi kecepatannya. Dari wajahnya tersirat senyuman iseng yang menyebalkan, tentu tanpa sepengetahuan kawannya. “ Hoy Shariaaa!! Tungguinn!” teriak gadis itu lagi sambil menambah kecepatannya untuk menyusul kawannya yang sedang menulikan diri. “ Hueh dipanggilin daritadi juga,” ucap gadis itu setelah bisa menyejajarkan langkahnya dengan gadis satunya, nafasnya lumayan terengah juga karena berlarian dari kelas mereka yang terletak di koridor paling ujung. “Salah sendiri...

A Pathetic Love

Gadis berambut sepinggang dengan aksesori serba  pink  itu menyusuri koridor sekolah tanpa semangat. Berulang kali ia menghela napas berat, seakan tak kuat menghadapi hari ini. Beberapa pasang mata melihatnya dengan pandangan sinis, hal ini semakin membuat gadis itu merasa malas berada di sekolah. Kini, ia sudah bertekad kuat bahwa tak akan menemui laki-laki itu lagi. Sekalipun dulu sebelum kepindahannya mereka adalah sahabat karib, namun semuanya sudah terasa lain. Manusianya sama, namun rasa di antara mereka sudah berbeda. Sedikit manis, banyak pahitnya. Berbagai kasak-kusuk yang menyebut nama ‘Valda’ didengarnya sejak tadi, namun sama sekali tak dihiraukannya. Seolah-olah tak terjadi apa-apa. Gadis itu menghela napas lega ketika pintu kelasnya sudah semakin dekat, ia ingin segera masuk dan lepas dari pandangan mencemooh orang-orang di sekitarnya. Bukan semua orang memang, hanyalah kaum perempuan saja. Ketika ia memasuki kelas, hanya beberapa orang saja yang sudah da...

Secuil Cerita Tentang ODOP dan Aku

Menulis. Sesuatu hal yang menurut beberapa orang mudah. Awalnya, aku pun merasa begitu karena semua beban yang ada di ubun-ubun bisa kutuangkan dalam tulisan. Meskipun bentuknya benar-benar awut-awutan dan jauh dari kata benar. Selama itu, aku masih merasa bahwa menulis adalah sesuatu hal yang mudah sebelum kutemukan komunitas menulis paling keren yang benar-benar kucintai ini. One Day One Post . Awal memasuki komunitas ini, aku merasa ketar-ketir juga karena takut tak bisa konsisten dalam menulis. Hingga akhirnya hari demi hari berlalu dan aku beserta 46 orang lainnya dinyatakan lulus dari ODOP. Tapi, perjuangan tak hanya sampai di situ saja. Masih ada materi untuk kelas lanjutan yang mewajibkan anggotanya untuk memilih antara fiksi atau non fiksi. Dan karena kesenanganku adalah berkhayal, maka aku pun memilih fiksi untuk menjadi kelanjutan studiku. Masuk di kelas fiksi, aku merasa benar-benar bodoh. Tulisanku jauh sekali di bawah kawan-kawan seperjuangan yang rata-rata sudah...