Orang bilang, untaian kata dapat mewakili rasa. Orang bilang, untaian kata dapat menghancurkan segalanya. Orang bilang, untaian kata dapat membangun rasa percaya. Bagiku, untaian kata dapat memporak-porandakan rasa di dada. Apalagi ketika kau berkata bahwa semuanya tak lagi sama. Kita yang dahulu pernah sedekat nadi, namun kini harus saling berjauhan bagai bumi dan matahari. Kita yang dahulu pernah saling mengisi hari-hari, kini saling melupakan apa yang pernah terjadi. Secepat itukah, sebuah rasa harus kurelakan. Secepat itukah, rasa sayang harus diikhlaskan. Secepat itukah, hati ini harus dihancurkan. Kamu. Seorang yang berhasil mengisi hatiku beberapa belas bulan belakangan. Namun sayang, kini tak ada lagi yang bisa diharapkan. Dariku, yang masih memiliki perasaan.
Lelah
dan lapar. Hanya itu yang aku rasakan saat ini. Setelah sekian jam waktu yang
ada kupakai untuk berlatih band
kelasku. Sekitar 1 minggu lagi akan ada Kegiatan Tengah Semester di sekolahku.
Di KTS kali ini ada berbagai lomba yang diselenggarakan, diantaranya adalah
lomba band, pemilihan Putra Putri Idola
Sekolah (PPIS), Story Telling, dan
sebagainya. Setelah 3 minggu yang lalu ada pengumuman dan Technical Meeting tentang lomba-lomba, aku langsung dipilih untuk
berpartisipasi dalam lomba band
sebagai violis atau pemain biola
serta dalam lomba pemilihan PPIS.
Sebenarnya
aku sudah sangat lama tidak menyentuh biola lagi. Dulu aku sempat berlatih
biola saat masih kelas 3 SD dan berhenti semenjak SMP karena mulai padatnya
kegiatan sekolah. Namun mau bagaimana lagi, aku sudah dipercaya oleh
teman-teman untuk mengikutinya. Setidaknya ini terjadi karena kelasku bisa
mendapat juara 2 band di KTS tahun
lalu, jadi mau tak mau aku harus mengingat lagi bagaimana penghayatan dalam
bermain biola. Selain itu, aku juga harus membagi perhatianku ke lomba
pemilihan PPIS. Sebenarnya teman sekelasku banyak yang juga yang pantas untuk
ikut lomba ini, tapi begitulah teman sekelasku, berani berkata di belakang tapi
gak berani untuk show up. Bahasa
kasarnya sih “iso maido raiso ngelakoni”.
Dalam
pemilihan PPIS ini terdapat 3 macam test,
yang pertama adalah tes tulis, di tes ini yang dinilai adalah pengetahuan kita
tentang sekolah, adiwiyata, dan kesehatan serta NARKOBA. Tes tulis ini sifatnya
adalah uraian, saat itu aku belum siap untuk tes karena pihak panitia baru saja
memberi tau bila hari itu ada tes saat pagi harinya. Aku yang saat itu belum
siap hanya dapat menjawab sebisaku saja, mungkin hanya dapat sekitar 2 lembar
HVS. Setelah tes tulis, ada juga tes wawancara, di sini kita semua sebagai
peserta diwawancarai oleh juri tentang minat dan harapan kita untuk sekolah ke
depannya apabila kita menjadi salah Putra Putri Idola maupun Duta yang lainnya.
Di sini aku merasa percaya diri saja, karena memang dasarnya aku sudah dilatih
tentang Public Speaking di organisasi
yang kuikuti yaitu PRAMUKA. Setelah tes wawancara, diadakan tes bakat. Di sini
semua peserta diwajibkan untuk menampilkan bakatnya masing-masing, dan saat itu
tentunya aku menampilkan sedikit permainan biolaku di sana.
Sekitar
4 hari setelah semua tes selesai, pengumuman 10 besar finalis pemilihan PPIS
pun diumumkan, tak kusangka ternyata namaku tertulis diantaranya. Pasanganku
tidak lolos, jadi dari kelasku -XI IPA 1- hanya akulah yang dapat melanjutkan seleksi
selanjutnya. Dan sekarang di sinilah aku, merasa sangat letih setelah latihan
koreo untuk PPIS yang langsung dilanjutkan dengan latihan band yang sangat menguras tenagaku hari ini.
6
hari berlalu begitu cepat, dan besok adalah hari penentuan bagi kelasku karena
besok band kelasku akan tampil. Entah
kenapa, teman-temanku satu band
banyak yang merasa tidak percaya diri untuk tampil besok. Mereka merasa tidak
akan bisa menang, padahal apabila belum dicoba siapa yang akan tau hasilnya
bukan? Vocalis dari band kelasku kali ini adalah Vincent,
suaranyalah yang dianggap paling bagus diantara kami setelah diadakan pemilihan
vocalis dadakan ala kami. Namun, Vincent ini tidak
percaya diri apabila menyanyi sendirian, ia baru akan merasa ‘pede’ apabila
duet saat bernyanyi. Kontan saja teman-temanku satu kelas langsung mengontak
Fitri, mantan teman satu kelas kami. Dulunya saat kami masih duduk di kelas X,
Fitri ini satu kelas dengan kami di X-1, namun saat kelas XI ia pindah ke kelas
XI-IPA 6 dikarenakan sahabat karibnya berada di kelas itu. Dulunya sih Fitri
lah yang menjadi vocalis dari band ini, namun karena ia sudah pindah
kelas maka kami memilih orang lain menjadi penggantinya.
Namun
sekarang ini, teman-teman satu kelasku memohon-mohon agar Fitri mau untuk
menjadi vocalis dari band
kami ini. Fitri sih mau-mau saja, namun teman sekelas Fitri yang sekarang tidak
terima apabila Fitri disuruh menjadi vocalis
band kami padahal di kelasnya saja ia
tidak mau. Entah kenapa teman-temanku tetap memaksakan agar Fitri bermain band bersama kami. Kontan saja aku tidak setuju,
okey aku memang boleh diam saat mereka menghubungi Fitri dan memintanya menjadi
vocalis. Namun bila teman sekelasnya
saja tidak setuju, di mana harga diri kelas ini? Memangnya tidak ada orang lain
yang bisa menggantikan Fitri ya? Teman-teman tetap tidak mendengarkanku dan malah berkata “lek gak enek Fitri ngko kelase adewe gak menang ngertio”. Sontak
saja aku merasa sangat marah mendengarnya. Memangnya kita tidak bisa menang
dengan kemampuan kita sendiri? Hari itu aku mengalami perdebatan sengit dengan
teman-teman satu kelasku. Tidak ada yang memihakku sama sekali, mereka merasa
keputusan mereka benar. Dan saat itu juga aku memutuskan berkata “lek kalian panggah ngerasa Fitri seng nggawe
adewe menang, silahkan. Aku gak bakal maen sesok.”
Kepo dengan lanjutannya? Hehe tunggu besok yaps!
Komentar
Posting Komentar