Orang bilang, untaian kata dapat mewakili rasa. Orang bilang, untaian kata dapat menghancurkan segalanya. Orang bilang, untaian kata dapat membangun rasa percaya. Bagiku, untaian kata dapat memporak-porandakan rasa di dada. Apalagi ketika kau berkata bahwa semuanya tak lagi sama. Kita yang dahulu pernah sedekat nadi, namun kini harus saling berjauhan bagai bumi dan matahari. Kita yang dahulu pernah saling mengisi hari-hari, kini saling melupakan apa yang pernah terjadi. Secepat itukah, sebuah rasa harus kurelakan. Secepat itukah, rasa sayang harus diikhlaskan. Secepat itukah, hati ini harus dihancurkan. Kamu. Seorang yang berhasil mengisi hatiku beberapa belas bulan belakangan. Namun sayang, kini tak ada lagi yang bisa diharapkan. Dariku, yang masih memiliki perasaan.
Apakah ada yang salah denganku? Apakah tutur kataku aneh? Apakah sikapku tidak wajar? Apakah aku kurang sopan? Tidak. Kata tante aku tidak bersalah. Lalu, Mengapa aku dijauhi? Mengapa aku dianggap remeh? Mengapa aku direndahkan? Mengapa aku selalu di bully ? Mengapa aku tak pernah dianggap? Mengapa Ya Allah? ** "Assalamu'alaikum, selamat pagi murid-murid," ucap seorang guru berperawakan tinggi sambil memasuki sebuah kelas di SMA Harapan. "Pagi buu," jawab beberapa murid dengan malas. "Hari ini, ibu punya kabar baik untuk kalian." "Kabar baik apa bu? Mau ngasih kita libur tambahan ya?" tanya seorang gadis berperawakan sedang dan berbaju ngetat sambil memainkan kukunya yang dilapisi kuteks jingga. Guru tersebut hanya menggeleng singkat lalu berjalan ke arah pintu kelas. "Mari masuk nak," ucap guru itu sambil berbicara dengan seseorang. "Ba..baik bu" Murid baru itu pun masuk ke ...