Orang bilang, untaian kata dapat mewakili rasa. Orang bilang, untaian kata dapat menghancurkan segalanya. Orang bilang, untaian kata dapat membangun rasa percaya. Bagiku, untaian kata dapat memporak-porandakan rasa di dada. Apalagi ketika kau berkata bahwa semuanya tak lagi sama. Kita yang dahulu pernah sedekat nadi, namun kini harus saling berjauhan bagai bumi dan matahari. Kita yang dahulu pernah saling mengisi hari-hari, kini saling melupakan apa yang pernah terjadi. Secepat itukah, sebuah rasa harus kurelakan. Secepat itukah, rasa sayang harus diikhlaskan. Secepat itukah, hati ini harus dihancurkan. Kamu. Seorang yang berhasil mengisi hatiku beberapa belas bulan belakangan. Namun sayang, kini tak ada lagi yang bisa diharapkan. Dariku, yang masih memiliki perasaan.
Rinai hujan yang setitik demi setitik membasahi bumi pertiwi tak lagi berarti. Ratusan prestasi sana sini tak lagi ternilai. Generasi baru yang lebih hafal logaritma daripada bahasa Jawa. Perlahan menggusur generasi lama yang buta aksara.
Ludruk, kethoprak, karawitan. Tak lagi ada yang mampu menguasainya. Cunduk Menur, Kecak, Saman. Tak lagi ada yang tertarik mempelajarinya. Puluhan cerita rakyat jelata yang turun temurun tak pernah habis masanya. Kini tak lagi ada yang tahu seluk beluknya.
Beragam etnis serta adat yang dahulunya diagungkan, bisa dibilang telah dilupakan. Ludruk yang dulunya menghiasi sudut sudut kota untuk dijadikan ajang berbagi rasa, kini tak lagi menarik hati para pemirsa. Karawitan yang dulunya musik favorit banyak kalangan, kini tak lagi diperdengarkan.
Hey, inikah yang namanya zaman modern? Inikah yang namanya zaman kejayaan? Puluhan ribu medali dibawa pulang namun tata krama pun semakin hilang. Bocah bocah kecil yang seharusnya mencari kawan malah enak enakan di rumah gaming sendirian. Bukan lagi gobak sodor, lompat tali, dan bola bekel yang jadi kesenangan, namun Arena of Valor, Mobile Legend, dan Clash Royale yang selalu dinantikan.
#TantanganODOP8
Komentar
Posting Komentar