Langsung ke konten utama

Untaian Kata

Orang bilang, untaian kata dapat mewakili rasa. Orang bilang, untaian kata dapat menghancurkan segalanya. Orang bilang, untaian kata dapat membangun rasa percaya. Bagiku, untaian kata dapat memporak-porandakan rasa di dada. Apalagi ketika kau berkata bahwa semuanya tak lagi sama. Kita yang dahulu pernah sedekat nadi, namun kini harus saling berjauhan bagai bumi dan matahari. Kita yang dahulu pernah saling mengisi hari-hari, kini saling melupakan apa yang pernah terjadi. Secepat itukah, sebuah rasa harus kurelakan. Secepat itukah, rasa sayang harus diikhlaskan. Secepat itukah, hati ini harus dihancurkan. Kamu. Seorang yang berhasil mengisi hatiku beberapa belas bulan belakangan. Namun sayang, kini tak ada lagi yang bisa diharapkan. Dariku, yang masih memiliki perasaan.

Unexpected Meeting-7

Ketika hati mulai berkata, terkadang otak tak berjalan sesuai rencana.
 **
2 minggu setelah kejadian itu, Revi makin tak punya banyak waktu untuk Shefa karena adanya Kevin. Alhasil, Shefa selalu ke mana-mana sendirian. Beruntungnya, laki-laki itu setia menemaninya ke mana pun.
Ya, laki-laki itu. Laki-laki yang memakai sepatu di depan ruang UKS tempo hari. Laki-laki yang sempat membuat Shefa kagum hanya dengan memandangnya sekali saja. Sungguh beruntung Shefa dapat berbincang dengannya setiap hari. Beban rasanya langsung hilang saat melihat senyumnya. Sungguh menawan.
Apakah Shefa suka dengannya? Belum, ia hanya kagum. Tunggu, apa katanya tadi? Belum? Apakah mungkin perasaannya akan berubah suatu hari nanti? Entahlah, Shefa tak mau berkhayal terlalu jauh.
**
"Hay Shef, sendirian lagi?" tanya seseorang sambil menepuk bahu Shefa dari belakang.
"Eh," Shefa pun membalikkan badannya. "Hay San, iya nih biasaa," jawab Shefa sambil tersenyum malu. Entah kenapa saat ini jantungnya memompa darah lebih cepat daripada biasanya.
"Aku temenin ya? Kamu mau ke mana?" tanya seseorang yang dipanggil 'San' oleh Shefa tadi. Ia tersenyum, sangat manis. Lirikan sinis nan menusuk pun seketika menghujam ke arah Shefa dari para perempuan yang lewat di koridor itu.
"Emm nggak usah, aku mau ke.."
"Jangan malu gitu terus dong Shef, kan aku udah pernah bilang kalo aku seneng bisa nemenin kamu. Aku gak terpaksa, masa kamu gak percaya?" laki-laki itu memotong perkataan Shefa sebelum Shefa sempat menyelesaikannya.
"Tapi aku mau ke.."
"Ke mana pun itu, aku tetep nemenin aku. Okey?" potong laki-laki itu lagi.
"Ish, dengerin dulu napa?" Shefa menghela nafas sebentar. "Aku mau ke toilet, mau nemenin kan? Ayo!" jawab Shefa kemudian, dalam hatinya ia tertawa keras meski wajahnya terlihat datar.
"E-eh? Ke.. toilet?" wajah laki-laki itu benar benar lucu, berkedip-kedip berulang kali menatap Shefa dengan wajah kaget campur bingung. Menggemaskan sekali memang.
Jantung Shefa pun terus berolahraga dengan cepatnya, sampai Shefa takut kalau laki-laki itu bisa mendengar suara detak jantungnya itu.
"Kenapa? Katanya mau nemenin aku ke mana pun?" jawab Shefa tersenyum miring, berusaha bersikap biasa. Meski dalam hatinya ingin tertawa sekeras-kerasnya.
"Ah iya, emm iya kamu jalan duluan aja, jawab laki-laki itu sambil mengaruk-garuk kepalanya dengan salah tingkah. Terlihat jelas karena telinganya memerah.
Shefa pun berjalan dengan acuh dan santai ke kamar mandi, sedangkan laki-laki itu mengikutinya dari belakang. Lama kelamaan langkah kaki Shefa semakin cepat, bahkan lari, entah kenapa ia ingin iseng pada lelaki itu.
"Shefaa tungguin!" teriak lelaki itu. Sontak pandangan semua perempuan yang ada di koridor itu menghujam ke arah mereka berdua.
"Kejar dong wlekk, Shefa memasang muka ter-nyebelinnya sambil cengengesan.
BRUK!
"ADUH!"
Gara-gara tak memperhatikan depan, alhasil Shefa sukses nabrak orang. Entahlah siapa yang kali ini ditabraknya.
"DUH! KALO JALAN LIAT LIAT DONG!" refleks Shefa teriak karena pantatnya terasa nyeri sehabis berbenturan dengan lantai.
"DIH! ELO TUH YANG NABRAK GUE!" suaranya seperti laki-laki, namun Shefa tak memperhatikannya.
"YA BODO AMAT, Shefa pun langsung pergi dari sana karena kesal, ia juga sedang malas jadi pusat perhatian saat ini. Sudah cukup rasa sakit karena jatuh saja yang ia rasakan, jangan rasa malu juga.
Bahkan, ia juga tak sempat melihat siapa orang yang habis ditabraknya tadi.
**
It's time to begin the fourth lesson.
"Duluan yaa Sann!" teriak Shefa sambil lari terbirit-birit ke kelas.
Ia lupa kalau Revi tadi mengajaknya ke perpus bila ia sudah selesai dari kamar mandi.
"Duhh lupa lupaa, kok aku jadi lemot gini siihh!"
Gadis itu berlari secepat yang ia bisa menuju kelasnya. Belum sampai masuk kelas, Revi sudah berkacak pinggang di tengah pintu dengan memasang muka garang. Merasa bersalah, Shefa pun hanya mengangkat jarinya membentuk huruf 'V' sambil cengengesan.
"Dasar sempak! Ke mana aja sih lo tadi?" tanya Revi. Untung saja suaka margasatwa Revi gak keluar, itu artinya ia sedang tidak benar-benar marah.
"Itu.. anu.. engg.."
"Apaan sih anu-anu? Lo pikir dengan lo bilang anu-anu, gua bisa ngerti apa yang lo maksud?"
"REVI! KAMU TIDAK SOPAN!" ucap suara berat dari luar kelas. Seketika ekspresi wajah Revi menegang karena teguran dari seseorang itu tadi.
"APA MAKSUD KAMU BILANG ANU-ANU TADI HAH?" tanpa pandang bulu, suara bariton itu pun membentak Revi dengan kerasnya di depan kelas.
Revi speechless, meskipun ia pecicilan dan sering malu-maluin, tapi dia bukan tergolong siswi bandel. Baru kali ini ia dibentak keras oleh seorang guru, wakil kepala sekolah lagi.
"E-ee.. itu pak nganu," keringat dingin pun mulai membasahi pelipis Revi. Tapi ia mencoba untuk berekspresi biasa, meskipun aslinya panik luar biasa.
"NGANU-NGANU LAGI? IKUT KE RUANGAN SAYA!" suara bariton yang berat nan menggelegar bagai petir yang baru saja menyambar Revi dengan telak.
"Mampus gue," batin Revi.
**
It's time to have second break.
"ALHAMDULILLAH, KELAR SEMUA KELARR!!" teriak Revi bersemangat sambil mengusap keringatnya yang bercucuran deras di dahi dan pelipisnya. Bajunya pun ikut basah karena keringat.
Ya, ia dihukum oleh Pak Banu karena masalah "anu" tadi. Sempat terjadi perdebatan antara murid perempuan dan laki-laki paruh baya itu, tetapi tentu saja Pak Banu yang menang, beliau lebih berkuasa.
Alhasil, Revi harus hormat pada bendera merah putih hingga jam istirahat kedua. Dan sang guru dengan baik hatinya menunggui Revi di bawah pohon yang rindang sambil bermain gadget.
Katanya sih biar Revi gak malu karna di siang bolong hormat ke tiang bendera sendirian, makanya beliau menemani. Tapi menurut Revi, itu malah membuatnya tertekan karena ia tidak bisa leluasa bergerak. Gimana mau leluasa gerak, bola mata tajam itu selalu mengintai setiap gerak-geriknya.
Makanya saat bel istirahat kedua tiba, tanpa malunya ia langsung berteriak sambil menghampiri Pak Banu dan menyalaminya dengan hormat lalu pergi dari sana dengan riang gembira. Seolah baru saja keluar dari neraka jahanam yang mengintainya barusan.
Dengan wajah ceria, Revi melewati koridor demi koridor untuk mencapai kelasnya. Dan ternyata apa yang ia lihat sangat mengejutkan, Shefa bersama seorang cowok! Yah, itu bisa dibilang berita biasa saja sih. Hanya saja, cowoknya kali ini beda!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Novel First Girl Karya Luna Torashyngu

Judul  : First Girl Penulis  : Luna Torashyngu Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama Tebal  : 280 halaman ISBN : 978-602-03-1753-3 Genre : Action Dalam novel kali ini, seperti biasa Kak Luna Torashyngu mengangkat tema yang tak biasa. Memang sih, genre action sudah biasa, tapi cara Kak Luna membuat berbagai karakter dengan konflik yang ada benar-benar membuat siapa pun yang membacanya akan ketagihan untuk terus membalik tiap lembaran buku itu hingga akhir cerita. Novel ini menceritakan tentang kehidupan Tiara yang awalnya hanya remaja biasa dan hobi hang-out bersama sahabat-sahabatnya. Namun, semuanya berubah ketika ayahnya terpilih menjadi presiden. Sebagai anak presiden, Tiara mendapat fasilitas pengamanan ketat dari Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres). Sejak itu, kebebasan Tiara seolah terenggut. Saat hang-out dia selalu dikawal. Sebelum jajan di kantin, makanannya dicicipi lebih dulu oleh pengawalnya. Dan yang membuat Tiara bete , dia nggak bebas lagi ngecengin

First Impression

“Shariaaa tungguinnnn,” teriak seorang gadis berjilbab putih dari ujung koridor sambil mengangkat sedikit rok biru dongker nya agar langkahnya lebih leluasa. Bros berwarna merah dengan bentuk stroberi yang terpasang manis di kepala sebelah kirinya berayun-ayun kecil mengikuti setiap langkah kakinya yang tergesa. Sementara di ujung koridor yang lain, gadis dengan seragam yang sama dengan gadis tadi masih berjalan santai tanpa menghiraukan teriakan kawannya itu. Langkahnya tetap sama, tanpa berkeinginan untuk mengurangi kecepatannya. Dari wajahnya tersirat senyuman iseng yang menyebalkan, tentu tanpa sepengetahuan kawannya. “ Hoy Shariaaa!! Tungguinn!” teriak gadis itu lagi sambil menambah kecepatannya untuk menyusul kawannya yang sedang menulikan diri. “ Hueh dipanggilin daritadi juga,” ucap gadis itu setelah bisa menyejajarkan langkahnya dengan gadis satunya, nafasnya lumayan terengah juga karena berlarian dari kelas mereka yang terletak di koridor paling ujung. “Salah sendiri

2017 dan Secuil Pengalaman Baru

Awal tahun 2017, waktu itu aku masih duduk di bangku kelas 11 masuk semester 2. Di awal tahun ajaran, ada salah satu wartawan dari Koran Memo yang mewawancarai organisasi pramuka di sekolahku. Hanya perwakilan saja sih, karena yang diwawancarai hanya BPH dan salah satu anggota dewan yang lain. Kebetulan, aku menjabat sebagai Kerani (sekretaris), maka otomatis aku ikut diwawancarai. Waktu itu, aku mengatakan bahwa impianku di tahun ini adalah menjadi Duta Kesehatan Remaja Kota Kediri tahun 2017 dan bisa membuat karya yang disukai orang lain. Ini terjadi pada awal bulan Januari 2017. Selain itu, aku juga sangat ingin memenangkan olimpiade siswa kota mata pelajaran fisika (karena memang dari kelas 10 aku sudah mengikuti bimbingan olimpiade di sekolahku). Namun, Allah berkehendak lain. Karena begitu padatnya kegiatan pramuka pada bulan Januari hingga Mei, aku jadi tidak bisa untuk berkonsentrasi pada sesuatu yang ingin aku raih. Hingga akhirnya, ketika teman-temanku mengikuti beberapa