Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2017

Untaian Kata

Orang bilang, untaian kata dapat mewakili rasa. Orang bilang, untaian kata dapat menghancurkan segalanya. Orang bilang, untaian kata dapat membangun rasa percaya. Bagiku, untaian kata dapat memporak-porandakan rasa di dada. Apalagi ketika kau berkata bahwa semuanya tak lagi sama. Kita yang dahulu pernah sedekat nadi, namun kini harus saling berjauhan bagai bumi dan matahari. Kita yang dahulu pernah saling mengisi hari-hari, kini saling melupakan apa yang pernah terjadi. Secepat itukah, sebuah rasa harus kurelakan. Secepat itukah, rasa sayang harus diikhlaskan. Secepat itukah, hati ini harus dihancurkan. Kamu. Seorang yang berhasil mengisi hatiku beberapa belas bulan belakangan. Namun sayang, kini tak ada lagi yang bisa diharapkan. Dariku, yang masih memiliki perasaan.

Unexpected Meeting-13

Apakah mungkin mereka adalah orang yang sama? Apakah mungkin aku masih dipertemukan lagi dengan dirinya? Tidak! Aku tak ingin mengingatnya lagi. Aku benci dengannya, ya, aku harus benci dengannya! Seharusnya aku sudah tak mengingatnya lagi saat ini, ya, itulah yang seharusnya! Tapi, perasaan ini tak bisa terbendung lagi. Perasaan rindu tak bertuan yang tiba-tiba merayapi hatiku perlahan. Dafia, mungkinkah aku rindu padamu sekarang? ** It's time to have first break . “Shef, ke toilet dulu yuk. Kebelet nih udah di ujung,” ucap Revi sesaat setelah bel tanda istirahat berbunyi. Kebetulan, saat itu mereka jam kosong tanpa tugas karena guru yang seharusnya mengajar merawat putrinya yang sedang sakit di rumah. Revi yang memang sudah menahan hasratnya untuk buang air kecil sejak tadi langsung saja menarik Shefa agar menemaninya. “Iya iya sabar dulu deh Rev,” sahut Shefa sambil tangannya meraba laci meja untuk mencari novel favoritnya yang belum habis ia baca. Setelah novel yang di

Unexpected Meeting-12

Rinduku percuma, sekalipun kau mengetahuinya tetap hanya aku yang merasa. ** Shefa berjalan kalem menuju kelasnya, meninggalkan berbagai tatapan orang-orang yang tak bisa diartikan. Sandi juga ikut terdiam di sana, bahkan Arfa sekalipun. Mereka berdua hanya bisa melongo melihat kepergian Shefa tanpa berusaha untuk mengejarnya. Sesampainya di kelas, Shefa menuju bangkunya seperti biasa. Suasana kelas masih lumayan sepi, teman-teman sekelasnya belum begitu banyak yang sampai di sekolah padahal jam sudah menunjukkan pukul 06.30. Amelia, tetangga kelasnya yang heboh dan biang gosip itu masuk ke kelas Shefa dengan tergopoh-gopoh sambil kepalanya celingukan melihat ke sana-ke mari. “Nyari apaan sih Mel? Kayak rentenir aja,” ucap Sheila teman sekelas Shefa yang kebetulan kenal Amelia ini dari ekstrakurikuler paduan suara. “Ntar deh Sheil tunggu,” sahut Amelia tak sabar, kepalanya masih saja celingukan. “Nah itu tuh yang gue cari,” lanjut Amelia tiba-tiba lalu masuk ke kelas Shefa

Unexpected Meeting-11

“Makasih ya udah diantar pulang. Maaf ngerepotin,” ucap Shefa sedikit malu. Ia merasa selama ini terlalu jahat pada laki-laki ini, tapi yasudahlah yang lalu biarlah berlalu. “Gak masalah, aku pulang dulu ya Shef,” jawab laki-laki itu sambil tersenyum simpul. Kali ini, senyumnya agak berbeda. Terkesan suram. Sepeninggal laki-laki itu, Shefa langsung memasuki rumahnya dengan wajah letih. Ia benar-benar butuh istirahat. Dalam sehari ini, begitu banyak kejadian tak terduga yang mengalir begitu saja di hidupnya. “Assalamu’alaikum, Shefa pulangg,” ucap Shefa lesu. Mamanya yang sedang berada di dapur menjawab salam Shefa dari kejauhan lalu langsung tergopoh-gopoh menghampiri untuk menanyakan kondisinya. Maklum, tadi pagi Shefa memang sudah mengeluh agak tak enak badan. “Ma, Shefa tidur dulu ya. Ntar waktu Maghrib bangunin Shefa yaa,” Shefa berkata dengan lirih sambil berjalan perlahan menuju kamarnya yang berada di lantai atas. Kepalanya mendadak pusing lagi, meski tak separah tadi s

Unexpected Meeting-10

Selepas bel tanda berakhirnya pelajaran hari ini berbunyi, Shefa segera merapikan peralatan sekolahnya. Ia sangat ingin sendiri hari ini, pikirannya sejak tadi tak bisa konsentrasi untuk mengerjakan essay . Untung saja di menit-menit terakhir dewi fortuna berpihak kepadanya, inspirasi datang begitu saja dan ia menyelesaikan essay nya hanya dalam waktu lima belas menit. Sedangkan teman-temannya, yang sejak awal jam pelajaran Bahasa Indonesia sudah sibuk mencari materi untuk dijadikan essay saja belum kelar hingga saat ini. Gerutuan keras terlontar dari berbagai mulut yang belum bisa menyelesaikan essay nya ketika Shefa mengumpulkan miliknya di meja guru. Shefa berjalan menunduk sambil mengutak-atik ponselnya, ia menghubungi mamanya untuk menanyakan apakah bisa menjemputnya sekarang ini atau tidak. Baru saja dua menit berlalu, ponsel Shefa sudah berbunyi tanda ada pesan masuk. Ternyata, mamanya tak bisa menjemputnya sekarang karena sedang ada arisan ibu-ibu PKK, sedangkan ayahnya jam

Unexpected Meeting-9

Aku hanyalah penikmat senyummu. Bukan pemilik, apalagi penyebab. ** Sesampainya di masjid, Shefa langsung buru-buru melepas sepatu beserta kaus kakinya dan beranjak wudhu. Langkah kakinya tergesa dikarenakan sebentar lagi waktu istirahat akan usai. Sesekali, ia memijit pelipis kanannya untuk mengurangi rasa sakit, namun hal itu tak berpengaruh banyak. Kepalanya masih saja pusing dan tubuhnya terasa lemas, namun ia berusaha untuk tak menganggap penting rasa itu. Tepat saat Shefa salam untuk mengakhiri shalatnya, bel masuk berbunyi pertanda jam pelajaran selanjutnya telah dimulai. Namun kali ini Shefa tak perlu cepat-cepat memburu waktu seperti tadi, karena baru saja ketua kelasnya memberi kabar bahwa Bu Elia ada workshop di luar kota dan mereka diberi tugas membuat essay . Sheila dan Revi berjalan di depannya sambil bercakap-cakap ringan tentang Radit, sementara Shefa sama sekali tak tertarik akan topik pembicaraan itu. Radit yang berstatus sebagai murid baru dengan paras tampan

Unexpected Meeting-8

Aku suka mendung di langit, tapi tidak di matamu. ** Saat itu, Shefa sedang duduk di bangku koridor depan kelasnya sambil membaca novel sendirian. Namun, tiba-tiba ada seorang laki-laki yang duduk di sampingnya. Awalnya Shefa tak menghiraukan laki-laki itu, karena dia sedang fokus untuk membaca novel karangan penulis favoritnya yang baru saja rilis. Ia juga sama sekali tak menengok sekadar untuk tahu siapa laki-laki itu. Ia sangat tak peduli. "Shef? Shefaa?" laki-laki itu mengibaskan tangannya di depan wajahku. Shefa yang merasa terganggu pun akhirnya melirik sedikit ke arahnya. “Kamu? Ngapain di sini??” tanya Shefa histeris, ia tak menyangka akan bertemu lagi dengan laki-laki menyebalkan ini. “Aku kan murid baru di sini, jadinya belum banyak tahu tentang sekolah. Jadi yaa, aku duduk di sini aja dehh. Deket sih dari kelasku,” laki-laki itu menjawabnya sambil tersenyum manis sebenarnya, namun yang Shefa rasakan hanyalah senyum kemunafikan. Shefa tak membalas uca

Unexpected Meeting-7

Ketika hati mulai berkata, terkadang otak tak berjalan sesuai rencana.  ** 2 minggu setelah kejadian itu, Revi makin tak punya banyak waktu untuk Shefa karena adanya Kevin. Alhasil, Shefa selalu ke mana -mana sendiri an. B eruntungnya, laki-laki itu setia menemaninya ke mana pun. Ya, laki-laki itu . L aki-laki yang memakai sepatu di depan ruang UKS tempo hari. Laki-laki yang sempat membuat Shefa kagum hanya dengan memandangnya sekali saja. Sungguh beruntung Shefa dapat berbincang dengannya setiap hari. Beban rasanya langsung hilang saat melihat senyumnya. Sungguh menawan. Apakah Shefa suka dengannya? Belum, ia hanya kagum. Tunggu, apa katanya tadi? Belum? Apakah mungkin perasaannya akan berubah suatu hari nanti ? Entahlah, Shefa tak mau berkhayal terlalu jauh. ** "Hay Shef, sendirian lagi?" tanya seseorang sambil menepuk bahu Shefa dari belakang. "Eh," Shefa pun membalikkan badannya. " H ay San, iya nih biasaa ," jawab Shefa sambil te