Langsung ke konten utama

Untaian Kata

Orang bilang, untaian kata dapat mewakili rasa. Orang bilang, untaian kata dapat menghancurkan segalanya. Orang bilang, untaian kata dapat membangun rasa percaya. Bagiku, untaian kata dapat memporak-porandakan rasa di dada. Apalagi ketika kau berkata bahwa semuanya tak lagi sama. Kita yang dahulu pernah sedekat nadi, namun kini harus saling berjauhan bagai bumi dan matahari. Kita yang dahulu pernah saling mengisi hari-hari, kini saling melupakan apa yang pernah terjadi. Secepat itukah, sebuah rasa harus kurelakan. Secepat itukah, rasa sayang harus diikhlaskan. Secepat itukah, hati ini harus dihancurkan. Kamu. Seorang yang berhasil mengisi hatiku beberapa belas bulan belakangan. Namun sayang, kini tak ada lagi yang bisa diharapkan. Dariku, yang masih memiliki perasaan.

Oktober dan Sebuah Kisah

Pagi hari di awal Oktober kali ini terasa berbeda, seperti ada sedikit lebih banyak rasa manis di dalamnya. Sinar matahari pagi yang belum terlalu panas mengelus lembut rambut panjangku yang tergerai. Hari ini, aku mengawali pagi dengan perasaan yang amat bahagia. Ya, hari ini tepat 5 tahun hubunganku dengan dia, lelaki yang mencuri hatiku sejak pandangan yang pertama. Kami memang bisa dibilang bukan pasangan yang romantis, namun di lubuk hatiku yang paling dalam tak bisa kupungkiri bahwa aku sangat mencintainya. Hari ini kami janji bertemu di restoran favorit kami untuk menghabiskan waktu bersama pada pukul 17.00 WIB. Kami baru bisa bertemu setelah senja karena aku sendiri masih harus kuliah dan ia pun juga bekerja di salah satu perusahaan ternama di kota ini.
Aku berjalan dengan riang menuju kampus, sesekali bibirku pun bersenandung kecil menandakan mood ku yang sedang sangat baik. Sesampainya di kampus, aku langsung menuju ruangan kelasku yang masih sepi. Tentu saja sepi, sekarang jam dinding yang tergantung di atas meja dosen masih menunjukkan pukul 06.30 WIB sementara kelas baru akan dimulai pada pukul 07.30 WIB. Di ruangan kelas ini hanya ada aku, Valya, dan seorang laki-laki kutu buku yang duduk di pojok depan dekat meja dosen. Valya sendiri terlihat sibuk menulis berbagai angka dan sesekali menekan-nekan kalkulatornya, kelihatannya ia belum menyelesaikan tugas dari Miss Erma pagi ini. Kuputuskan untuk mendatanginya untuk sekedar berbasa basi.
“Val, belum selesai ya tugas lo?” tanyaku sambil menduduki bangku di sebelah bangku Valya.
Ia melirik sekilas. “Iya nih El, gue kemarin ketiduran,” jawabnya masih sibuk berkutat dengan angka-angka itu.
“Emang lo kemarin ke mana aja sih Val? Kan kita kemarin cuman ada 2 kelas aja, banyak waktu dong tentunya buat istirahat,” aku heran, kemarin saja aku sampai merasa bosan tak ada kerjaan di kost karena pulang kuliah lebih awal, namun mengapa Valya justru kewalahan?
“Kemarin Randy ngajak jalan sih, gue kan langsung luluh di depan dia, ya mana bisa nolak El,” jawabnya singkat, namun aku sempat melihat perubahan pada mimik wajahnya. Entah aku yang salah lihat atau memang kulit Valya mendadak jadi pucat pasi begitu.
Aku dan Valya berbincang cukup lama, sesekali ia juga menanyakan tentang tugas yang sedang ia kerjakan agar lebih cepat selesai. Setelah tugas Valya selesai, pas sekali dengan Miss Erma yang masuk ruangan kelas. Tentunya aku pun langsung kembali ke bangkuku sendiri. Di tengah-tengah materi, tiba-tiba Valya berdiri dan melangkah menuju Miss Erma, ia terlihat menceritakan sesuatu panjang lebar, dan percakapan itu berakhir dengan keluarnya Valya dari ruangan kelas.
Ada apa dengan Valya ya?” tentu saja aku merasa heran dan bertanya-tanya. Mengapa sikapnya lain?
“Fiuhh.. Akhirnya selesai juga,” gumamku pelan sambil mengusap peluh yang sedikit bercucuran. Di hari yang membahagiakan ini, ada satu mata kuliah yang ujian mendadak, untung saja kemarin aku sempat membaca sedikit. Mata kuliah ini pun sekaligus yang terakhir di hari ini.
Setelah dosen meninggalkan kelas, aku berjalan gontai menuju gerbang utama kampusku. Hari ini cuaca sedikit berawan dan di salah satu kawasan diselimuti oleh awan hitam. Sepertinya malam ini akan hujan deras dilihat dari banyaknya gumpalan awan hitam di kawasan itu. Sesampainya di kost, aku pun langsung melempar tubuhku ke spring bed yang empuk. Kupejamkan mataku untuk mengusir rasa penat, aku tidak boleh lelah untuk hari ini. Perlahan kurogoh smartphone di sisi kanan tas ranselku. Kukeluarkan benda berwarna pink fuscia itu dari tasku yang berwarna shocking pink. Lampunya terlihat berkedip-kedip berwarna tosca yang tandanya ada pesan belum terbaca dari whatsapp. Ternyata itu adalah pesan dari Randy, pujaan hatiku. Ia mengirim pesan bahwa hari ini masih ada urusan yang harus ia selesaikan terlebih dahulu, maka ia berharap aku mau berlapang dada bahwa pertemuan kami diundur menjadi pukul 19.00 WIB. Aku memakluminya, aku tahu dia memang orang yang sibuk dan aku percaya akan hal itu.
Aku pun memutuskan untuk keluar dari kamar kost, mencoba mencari udara segar untuk me-refresh pikiranku sejenak. Di luar kost ini memang terdapat taman kecil yang sangat indah, banyak tumbuhan dan bunga-bunga kecil nan cantik yang hidup di sana. Pemandangan cantik ini sejenak dapat membuatku lupa akan tugas-tugas dari dosen. Puas melihat taman di depan kost, aku memutuskan untuk mandi sore sebelum menulis laporan untuk tugas besok lusa.
Setelah mandi dan menunaikan shalat Ashar, aku berniat mencari literatur yang sekiranya cocok dengan tema yang kali ini kuusung dalam laporan. Tak sengaja, di notification bar terdapat pemberitahuan bahwa Valya baru saja mem-posting sebuah foto dalam akun instagramnya. Awalnya aku tak begitu tertarik karena sudah menjadi hal wajar bahwa seorang perempuan sering posting foto di instagram. Namun, alih-alih aku penasaran juga. Sikapnya berubah tadi dan ia juga izin pulang saat mata kuliah Miss Erma, padahal beliau adalah dosen favoritnya. Itulah yang menjadi dasar mengapa aku penasaran akan foto yang baru saja di­posting oleh Valya.
Saat kubuka foto itu, entah kenapa rasanya jantungku berhenti berdetak. Udara di sekitarku pun terasa habis dan sesak. Dalam foto itu, terpampang jelas Valya dengan memakai pakaian yang sama seperti di kampus tadi, bergelayut manja di lengan seorang laki-laki berpakaian rapi. Rasanya begitu sakit, namun tak berdarah. Laki-laki itu adalah Randy, seorang yang kudambakan sejak dahulu. Aku berusaha untuk menahan sesuatu cairan keluar dari pelupuk mataku, namun apa daya, aku hanyalah perempuan biasa yang bisa terluka. Celakanya, cairan bening ini terus saja mengalir tanpa dapat berhenti. Aku sungguh benci akan hal ini, namun aku pun tak bisa berbuat apa-apa untuk menghentikannya.
Perlahan kuambil lagi smartphoneku, keputusanku sudah amat bulat. Kata demi kata yang sudah ada di otak terasa tersendat saat aku mengetikkannya untuk Randy. Tak banyak yang dapat kusampaikan padanya, hanya ucapan terima kasih dan ucapan semoga bahagia.

“Halo Randy, kamu berkata bahwa hari ini kamu ada urusan yang harus segara diselesaikan. Aku percaya sama kamu, dan aku pun juga memaklumi bahwa ternyata urusan itu adalah Valya, teman sekelasku. Terima kasih banyak atas cinta yang telah kau berikan selama 5 tahun terakhir ini. Terima kasih atas canda, tawa, dan lelucon yang kau buat hanya untuk menghiburku, aku sangat menghargai itu. Kamu memang yang terbaik Randy, namun sayangnya kamu bukanlah yang terakhir. Aku tau akhir-akhir ini kamu merasa bosan denganku, dengan hubungan kita. Aku tau dan aku berusaha untuk berlapang dada memakluminya. Dengan ini, aku bukannya ingin memutus tali silaturahmi mau pun memberi jarak di antara kita. Aku hanya ingin memintamu untuk melepasku, seorang laki-laki sejati tidak akan bisa untuk membagi hatinya kepada dua orang. Maka dari itu, lepaslah aku. Selamat tinggal Randy, semoga bahagia dengan dia.”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Novel First Girl Karya Luna Torashyngu

Judul  : First Girl Penulis  : Luna Torashyngu Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama Tebal  : 280 halaman ISBN : 978-602-03-1753-3 Genre : Action Dalam novel kali ini, seperti biasa Kak Luna Torashyngu mengangkat tema yang tak biasa. Memang sih, genre action sudah biasa, tapi cara Kak Luna membuat berbagai karakter dengan konflik yang ada benar-benar membuat siapa pun yang membacanya akan ketagihan untuk terus membalik tiap lembaran buku itu hingga akhir cerita. Novel ini menceritakan tentang kehidupan Tiara yang awalnya hanya remaja biasa dan hobi hang-out bersama sahabat-sahabatnya. Namun, semuanya berubah ketika ayahnya terpilih menjadi presiden. Sebagai anak presiden, Tiara mendapat fasilitas pengamanan ketat dari Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres). Sejak itu, kebebasan Tiara seolah terenggut. Saat hang-out dia selalu dikawal. Sebelum jajan di kantin, makanannya dicicipi lebih dulu oleh pengawalnya. Dan yang membuat Tiara bete , dia nggak bebas lagi ngecengin

First Impression

“Shariaaa tungguinnnn,” teriak seorang gadis berjilbab putih dari ujung koridor sambil mengangkat sedikit rok biru dongker nya agar langkahnya lebih leluasa. Bros berwarna merah dengan bentuk stroberi yang terpasang manis di kepala sebelah kirinya berayun-ayun kecil mengikuti setiap langkah kakinya yang tergesa. Sementara di ujung koridor yang lain, gadis dengan seragam yang sama dengan gadis tadi masih berjalan santai tanpa menghiraukan teriakan kawannya itu. Langkahnya tetap sama, tanpa berkeinginan untuk mengurangi kecepatannya. Dari wajahnya tersirat senyuman iseng yang menyebalkan, tentu tanpa sepengetahuan kawannya. “ Hoy Shariaaa!! Tungguinn!” teriak gadis itu lagi sambil menambah kecepatannya untuk menyusul kawannya yang sedang menulikan diri. “ Hueh dipanggilin daritadi juga,” ucap gadis itu setelah bisa menyejajarkan langkahnya dengan gadis satunya, nafasnya lumayan terengah juga karena berlarian dari kelas mereka yang terletak di koridor paling ujung. “Salah sendiri

2017 dan Secuil Pengalaman Baru

Awal tahun 2017, waktu itu aku masih duduk di bangku kelas 11 masuk semester 2. Di awal tahun ajaran, ada salah satu wartawan dari Koran Memo yang mewawancarai organisasi pramuka di sekolahku. Hanya perwakilan saja sih, karena yang diwawancarai hanya BPH dan salah satu anggota dewan yang lain. Kebetulan, aku menjabat sebagai Kerani (sekretaris), maka otomatis aku ikut diwawancarai. Waktu itu, aku mengatakan bahwa impianku di tahun ini adalah menjadi Duta Kesehatan Remaja Kota Kediri tahun 2017 dan bisa membuat karya yang disukai orang lain. Ini terjadi pada awal bulan Januari 2017. Selain itu, aku juga sangat ingin memenangkan olimpiade siswa kota mata pelajaran fisika (karena memang dari kelas 10 aku sudah mengikuti bimbingan olimpiade di sekolahku). Namun, Allah berkehendak lain. Karena begitu padatnya kegiatan pramuka pada bulan Januari hingga Mei, aku jadi tidak bisa untuk berkonsentrasi pada sesuatu yang ingin aku raih. Hingga akhirnya, ketika teman-temanku mengikuti beberapa