Langsung ke konten utama

Untaian Kata

Orang bilang, untaian kata dapat mewakili rasa. Orang bilang, untaian kata dapat menghancurkan segalanya. Orang bilang, untaian kata dapat membangun rasa percaya. Bagiku, untaian kata dapat memporak-porandakan rasa di dada. Apalagi ketika kau berkata bahwa semuanya tak lagi sama. Kita yang dahulu pernah sedekat nadi, namun kini harus saling berjauhan bagai bumi dan matahari. Kita yang dahulu pernah saling mengisi hari-hari, kini saling melupakan apa yang pernah terjadi. Secepat itukah, sebuah rasa harus kurelakan. Secepat itukah, rasa sayang harus diikhlaskan. Secepat itukah, hati ini harus dihancurkan. Kamu. Seorang yang berhasil mengisi hatiku beberapa belas bulan belakangan. Namun sayang, kini tak ada lagi yang bisa diharapkan. Dariku, yang masih memiliki perasaan.

A Pathetic Love


Gadis berambut sepinggang dengan aksesori serba pink itu menyusuri koridor sekolah tanpa semangat. Berulang kali ia menghela napas berat, seakan tak kuat menghadapi hari ini. Beberapa pasang mata melihatnya dengan pandangan sinis, hal ini semakin membuat gadis itu merasa malas berada di sekolah. Kini, ia sudah bertekad kuat bahwa tak akan menemui laki-laki itu lagi. Sekalipun dulu sebelum kepindahannya mereka adalah sahabat karib, namun semuanya sudah terasa lain. Manusianya sama, namun rasa di antara mereka sudah berbeda. Sedikit manis, banyak pahitnya. Berbagai kasak-kusuk yang menyebut nama ‘Valda’ didengarnya sejak tadi, namun sama sekali tak dihiraukannya. Seolah-olah tak terjadi apa-apa.
Gadis itu menghela napas lega ketika pintu kelasnya sudah semakin dekat, ia ingin segera masuk dan lepas dari pandangan mencemooh orang-orang di sekitarnya. Bukan semua orang memang, hanyalah kaum perempuan saja. Ketika ia memasuki kelas, hanya beberapa orang saja yang sudah datang. Segera, gadis itu meletakkan ranselnya yang berwarna pink dengan sembarangan di  sekitar tempat duduk baris kedua dari depan dan langsung menelungkup di atas meja. Beban tasnya memang tak seberapa, namun beban batinlah yang membuatnya lelah seperti ini. Ingin ia bolos sekolah, tapi tentu tak akan pernah dilakukannya sebab tindakan itu sangat tercela.
Helaan napas berat berulang kali diambilnya untuk menenangkan pikiran. Diam-diam, ada yang memperhatikan segala gerak-gerik gadis itu sejak tadi. Orang itu mengerti kegundahan hati gadis manis ini, namun ia tak punya kuasa apa-apa. Oleh karena itu ia memilih diam. Orang itu, duduk tepat di sebelah bangku gadis itu.
**
Di tengah pelajaran matematika, Valda terus saja gelisah tak bisa fokus ke materi yang sedang diajarkan. Bukan karena materinya sulit, namun sejak tadi Radit teman sebangkunya yang biasanya banyak bicara kali ini hanya diam saja. Bahkan melirik padanya pun tidak. Ia sendiri juga bingung mengapa perasaannya tak tenang seperti ini gara-gara dia. Padahal kan cuma Radit. Gara-gara terus menerus dipandangi oleh Valda, akhirnya Radit melirik juga ke arahnya dengan alis yang dinaikkan sedikit seolah bertanya “Kenapa?”. Namun Valda hanya menggeleng singkat sambil tersenyum dan berusaha kembali fokus ke pelajaran. Entah kenapa, hanya begini saja perasaannya jadi lebih tenang.
It’s time to have first break.
“Val, ke kantin yuk. Laper nih,” ucap seorang gadis dengan jam tangan oranye di pergelangan tangan kirinya. Rambutnya yang hanya sebahu terlihat sedikit acak-acakan. Meski begitu ia masih terlihat manis.
“Kayaknya aku nggak ke kantin deh Sil, masih kenyang kok. Kamu duluan aja sama Lisa,” jawab Valda singkat. Mata indahnya yang berwarna kecokelatan nampak sayu dan tak bersemangat.
“Ha? Seorang Valda bisa kenyang? Yakin nih? Lagipula, kelas habis ini sepi loh Val, berani sendirian di sini?” jawab gadis yang satunya sambil bersedekap. Lagaknya ingin membujuk gadis di hadapannya ini agar mau pergi ke kantin bersama-sama. Ia ingin membuat Valda kembali seperti dulu lagi, ceria dan selalu bersemangat. Bukan seperti sikapnya yang sekarang.
Valda menggigit ujung bibirnya gemas, sebenarnya saat ini ia memang sedang kelaparan, perutnya sudah berdangdut ria sejak tadi karena ingin segera diisi makanan. Namun, mengingat sesuatu yang akan terjadi padanya bila berkeliaran di kantin, ia langsung mengurungkan niat.
“Ah di sini kan masih ada Radit tuh lagi ngebo, gak takut aku mah. Oh iya, aku nitip kamu aja ya Sil? Kan kamu tahu kalau aku keluar nanti cewek-cewek fannya cowok itu pada sinis ke aku. Malas banget, yayaya aku nitip kamu aja ya?” Valda melebarkan kedua matanya sambil mengedip-ngedip berharap temannya ini mau mengerti dirinya. Sementara yang dipandangi seperti itu malah memutar bola matanya dengan malas, selalu saja seperti ini. Mau tak mau, ia sebenarnya kasihan juga pada Valda mengingat betapa parahnya kelakuan fan fanatik Ketua OSIS itu.
“Hmm ya deh, yaudah buruan sini uangnya, kayak biasa aja kan?” jawabnya agak malas. Kakinya menghentak-hentak sedikit agar Valda bisa bergerak lebih cepat karena sejak tadi perutnya juga sudah keroncongan menunggu diberi asupan makanan.
“Makasihh ya Silvikuuu,” teriak Valda ketika Silvi sudah berada di ambang pintu kelas. Memang dasar gadis ini tak tahu malu, jadi teman-teman sekelasnya juga sudah terbiasa mendengar suara lengkingannya yang begitu merusak dunia.
Tanpa disadari siapa pun, ada seseorang yang memperhatikan percakapan dua teman baik ini sejak tadi. Ia merekam jelas semua obrolan itu di telinganya. Dan dalam batinnya, ia merasa harus menghancurkan seseorang. Namun, dalam waktu yang bersamaan pula ada satu hati yang terluka melihat seseorang itu begitu memperhatikan Valda. Dialah perempuan yang dulunya sangat dekat dengan orang itu, tentu saja sebelum Valda datang di antara mereka dan merusak segalanya.
**
Bel tanda pelajaran telah usai baru saja berbunyi untuk mengakhiri pelajaran Sejarah yang menurut siswa Sains begitu sulit dan membosankan. Seketika, kelas yang sebelumnya hening karena rata-rata siswanya tertidur saat pelajaran pun langsung berubah menjadi pasar dadakan. Celotehan para siswa memenuhi ruangan kelas itu. Gadis manis yang duduk di barisan kedua itu begitu bersemangat membereskan peralatan sekolahnya. Matanya yang indah berbinar senang karena akan segera lepas dari neraka dunia kali ini.
Tanpa ia sadari, ada seorang gadis lain yang mendekat ke arahnya. Seorang gadis dengan kulit yang putih bersih serta wajah yang cantik, namun sayang sikapnya begitu buruk. Kali ini, entah apa yang akan ia lakukan pada Valda.
“Val, gue mau ngomong sama lo,” ucap gadis itu sesampainya di dekat bangku di mana Valda berada. Tatapannya seperti biasa, dingin dan menusuk yang selalu diarahkannya pada Valda semenjak ia pindah ke sekolah ini. Sepintas, Valda merasa kaget karena baru kali ini Letta berbicara dengannya menggunakan suara lirih. Namun, ia cepat menguasai dirinya dan berusaha rileks.
“Ngomong aja lah Let, kenapa harus izin segala,” jawab Valda sambil tersenyum. Ia sedang tak ingin terlibat perdebatan dengan Letta saat ini.
“Tapi gak di sini, sekarang buruan ikut gue,” sahut Letta masih dengan tatapan dingin lalu berlalu begitu saja. Valda terdiam, ia bingung harus bagaimana. Namun akhirnya ia memutuskan untuk mengikuti gadis itu.
Setelah kepergian Valda, ada sosok lain yang mengikuti mereka berdua dari belakang. Tanpa sepengetahuan mereka, ia terus mengikutinya hingga mereka berdua sama-sama berhenti di taman belakang sekolah yang sepi dan jarang dijamah orang-orang karena letaknya yang jauh dari keramaian. Sosok itu bersembunyi di balik tembok pembatas antara ruangan laboratorium biologi dengan taman, ia berusaha melebarkan telinga untuk mendengar percakapan dua gadis yang sama-sama dikenalnya dekat.
“Mau ngomong apa sih Let?” tanya Valda penasaran juga. Karena sejak beberapa menit yang lalu, gadis di hadapannya ini hanya diam sambil menatapnya dengan tatapan yang tak bisa diartikan.
“Val, gue mau lo jauhin Radit,” ucap Letta pelan. Tatapannya pada Valda begitu dalam dan lebih menusuk daripada biasanya.
“Maksud kamu gimana sih Let? Aku gak paham,” jawab Valda dengan kening berkerut. Sungguh, sebenarnya ia sangat tahu apa maksud Letta, namun entah kenapa ada sebagian dari dirinya yang menolak.
Letta terdiam sejenak, lalu mengalirlah secuil kisahnya bersama Radit. Bagaimana mereka berkenalan, dekat, dan apapun kegalauan Radit dialah yang selalu tahu selama ini. Dirinyalah yang paling dekat dengan Radit, sebelum laki-laki itu menutup diri dari orang luar karena suatu hal yang melibatkan Ketua OSIS. Ia selalu merasa bahwa hanya dirinya yang bisa mengerti Radit, sebelum Valda datang di antara mereka dan membuat Radit lebih terbuka padanya. Letta menceritakannya dengan mata yang berkaca-kaca dan terlihat sangat menyedihkan. Isakan kecil juga keluar dari bibirnya, ia terlihat bahwa sangat tertekan.
Namun Valda, ia merasa jauh lebih buruk dari Letta. Sekarang, ia baru menyadari bahwa perasaan berdebar yang ia rasakan ketika Radit menatapnya dengan mata indah itu adalah rasa suka. Sayangnya, ketika ia telah menyadari rasa itu, ada sesuatu yang membuatnya harus menahan perasaan ini. Air matanya hampir saja keluar bila ia tak ingat masih ada Letta di hadapannya yang berceloteh mengenai kisah mereka, Letta dan Radit. Valda ingin menolak, tapi ia juga tahu diri dengan keadaan. Letta memang lebih dulu kenal dengan Radit dan dekat dengannya, tak sepatutnya ia menerobos di antara mereka dan mengambil Radit seenaknya. Ia tahu, bahwa rasanya jadi Letta memang tak enak. Jadi pada akhirnya, ia setuju untuk menjauhi Radit dengan menganggukkan kepalanya perlahan. Demi hubungan mereka, demi perasaan Letta, dan demi kebahagiaan Radit, ia berani mengorbankan perasaannya yang baru saja tumbuh perlahan.
Letta tersenyum manis ketika melihat anggukan dari Valda. Matanya menyiratkan binar bahagia, ia memeluk Valda sekilas dengan ucapan terima kasih terlontar berulang kali dari bibirnya lalu pergi begitu saja.
Kini, tinggallah Valda sendiri di taman belakang. Dalam kesendirian itu, ia tak peduli lagi akan rasa takut yang sempat menyergapnya. Setetes cairan bening jatuh juga dari mata indahnya, yang semakin lama semakin deras disertai isakan tertahan dari bibirnya. Hatinya benar-benar perih karena dihadapi kenyataan menyedihkan seperti ini. Ketika baru saja ia merasakan suka untuk yang pertama kalinya pada laki-laki, mengapa harus ini yang terjadi padanya? Sekilas, ia mengingat-ingat hidupnya yang memang terasa lebih berwarna karena Radit. Ia takut bila setelah ini tak akan bisa merasakannya lagi.
Tanpa diketahuinya, tanpa diketahui semua orang termasuk Letta. Radit yang mendengar dan menyaksikan semuanya itu merasa geram. Valda sama sekali tak bersalah dalam hal ini, ia merasa bahwa dirinyalah yang salah. Bersalah karena membiarkan Valda mencuri hatinya perlahan hingga tak ada sisa sedikit saja untuk siapa pun. Valda tak tahu, bahwa bahagia Radit adalah bersamanya.

#TantanganFiksiODOP
#CerpenTanpaSaltik


Komentar

  1. Wow keren.
    Suka..
    Pembukaan yang bikin pembaca ingin tahu kelanjutannya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih banyak kak widπŸ™ masih perlu banyak belajar πŸ˜‚

      Hapus
  2. Balasan
    1. Alhamdulillah, terima kasih banyak kak bari πŸ™

      Hapus
  3. ada kata Valda di awal paragraf pake apostrof, 'Valda' maksudnya apa ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Maksudnya sih nyebut" nama itu kak, atau mungkin ndak perlu pakai tanda petik ya? Hehe makasih banyak kak dwi πŸ™πŸ˜‚

      Hapus
  4. Balasan
    1. Kak wakhid lebih kerenπŸ™ makasih banyak kakk

      Hapus
  5. πŸ’œπŸ’œπŸ’œπŸ’œ

    BalasHapus
  6. Jadi yg ngebuntut si radit nya sendiri?
    aku kok kasian sama valda ya haha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya bener kak ren πŸ˜‚ cerita ini mah kak jangan baper πŸ˜‚ makasih banyak kak renπŸ™

      Hapus
  7. keren...
    Anak sekolahan banget ya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe maklum kak belum punya pengalaman lebih dari seputar sekolahπŸ˜‚ makasih banyak kak tian πŸ™

      Hapus
  8. Keren, tulisannya ok, rapih. Cakep deh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah, terima kasih banyak kak nana πŸ™πŸ™

      Hapus
  9. Kerennn suka sekali bacanya 😭😭

    BalasHapus
  10. Sukaaaa, ABG banget nih ceritanya. jadi berasa seumuran hahaha

    BalasHapus
  11. hayo, terinspirasi dari siapa ini...

    BalasHapus
  12. Ehem ehem... ABG bangetttt

    BalasHapus
  13. Mencuri hatikundengan perlahanπŸ’œ

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Novel First Girl Karya Luna Torashyngu

Judul  : First Girl Penulis  : Luna Torashyngu Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama Tebal  : 280 halaman ISBN : 978-602-03-1753-3 Genre : Action Dalam novel kali ini, seperti biasa Kak Luna Torashyngu mengangkat tema yang tak biasa. Memang sih, genre action sudah biasa, tapi cara Kak Luna membuat berbagai karakter dengan konflik yang ada benar-benar membuat siapa pun yang membacanya akan ketagihan untuk terus membalik tiap lembaran buku itu hingga akhir cerita. Novel ini menceritakan tentang kehidupan Tiara yang awalnya hanya remaja biasa dan hobi hang-out bersama sahabat-sahabatnya. Namun, semuanya berubah ketika ayahnya terpilih menjadi presiden. Sebagai anak presiden, Tiara mendapat fasilitas pengamanan ketat dari Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres). Sejak itu, kebebasan Tiara seolah terenggut. Saat hang-out dia selalu dikawal. Sebelum jajan di kantin, makanannya dicicipi lebih dulu oleh pengawalnya. Dan yang membuat Tiara bete , dia nggak bebas lagi ngecengin

First Impression

“Shariaaa tungguinnnn,” teriak seorang gadis berjilbab putih dari ujung koridor sambil mengangkat sedikit rok biru dongker nya agar langkahnya lebih leluasa. Bros berwarna merah dengan bentuk stroberi yang terpasang manis di kepala sebelah kirinya berayun-ayun kecil mengikuti setiap langkah kakinya yang tergesa. Sementara di ujung koridor yang lain, gadis dengan seragam yang sama dengan gadis tadi masih berjalan santai tanpa menghiraukan teriakan kawannya itu. Langkahnya tetap sama, tanpa berkeinginan untuk mengurangi kecepatannya. Dari wajahnya tersirat senyuman iseng yang menyebalkan, tentu tanpa sepengetahuan kawannya. “ Hoy Shariaaa!! Tungguinn!” teriak gadis itu lagi sambil menambah kecepatannya untuk menyusul kawannya yang sedang menulikan diri. “ Hueh dipanggilin daritadi juga,” ucap gadis itu setelah bisa menyejajarkan langkahnya dengan gadis satunya, nafasnya lumayan terengah juga karena berlarian dari kelas mereka yang terletak di koridor paling ujung. “Salah sendiri

2017 dan Secuil Pengalaman Baru

Awal tahun 2017, waktu itu aku masih duduk di bangku kelas 11 masuk semester 2. Di awal tahun ajaran, ada salah satu wartawan dari Koran Memo yang mewawancarai organisasi pramuka di sekolahku. Hanya perwakilan saja sih, karena yang diwawancarai hanya BPH dan salah satu anggota dewan yang lain. Kebetulan, aku menjabat sebagai Kerani (sekretaris), maka otomatis aku ikut diwawancarai. Waktu itu, aku mengatakan bahwa impianku di tahun ini adalah menjadi Duta Kesehatan Remaja Kota Kediri tahun 2017 dan bisa membuat karya yang disukai orang lain. Ini terjadi pada awal bulan Januari 2017. Selain itu, aku juga sangat ingin memenangkan olimpiade siswa kota mata pelajaran fisika (karena memang dari kelas 10 aku sudah mengikuti bimbingan olimpiade di sekolahku). Namun, Allah berkehendak lain. Karena begitu padatnya kegiatan pramuka pada bulan Januari hingga Mei, aku jadi tidak bisa untuk berkonsentrasi pada sesuatu yang ingin aku raih. Hingga akhirnya, ketika teman-temanku mengikuti beberapa