Langsung ke konten utama

Untaian Kata

Orang bilang, untaian kata dapat mewakili rasa. Orang bilang, untaian kata dapat menghancurkan segalanya. Orang bilang, untaian kata dapat membangun rasa percaya. Bagiku, untaian kata dapat memporak-porandakan rasa di dada. Apalagi ketika kau berkata bahwa semuanya tak lagi sama. Kita yang dahulu pernah sedekat nadi, namun kini harus saling berjauhan bagai bumi dan matahari. Kita yang dahulu pernah saling mengisi hari-hari, kini saling melupakan apa yang pernah terjadi. Secepat itukah, sebuah rasa harus kurelakan. Secepat itukah, rasa sayang harus diikhlaskan. Secepat itukah, hati ini harus dihancurkan. Kamu. Seorang yang berhasil mengisi hatiku beberapa belas bulan belakangan. Namun sayang, kini tak ada lagi yang bisa diharapkan. Dariku, yang masih memiliki perasaan.

Aku dan Kepingan Masa Lalu

Namaku Safina Rahayu Utami, teman-teman kelasku biasa memanggilku Safina. Hampir 3 tahun yang lalu, aku hanyalah murid SMP biasa di salah satu Sekolah Menengah Pertama favorit di kota tempatku hidup 9 tahun belakangan ini. Masa SMP hanya kulalui selama 2 tahun, ya, saat itu aku terpilih menjadi salah satu murid Akselerasi di sekolah itu. Hari-hari menjelang Ujian Nasional saat itu berlalu begitu cepatnya hingga aku terbuai oleh waktu. Ujian sudah begitu dekat namun aku masih saja terbuai dengan kesenangan dan sama sekali tak terfikir untuk mulai fokus belajar untuk UN.
Hingga akhirnya hari-H Ujian Nasional pun tiba dan semalamnya aku sama sekali tak belajar, saat itu aku masih terlalu candu bermain game hingga lupa waktu. Sebenarnya soalnya tidak terlalu sulit, awalnya aku mengerjakannya dengan lancar, namun ada beberapa temanku yang bertanya mengenai soal-soal mereka. Kujelaskan pada kalian dulu ya, aku adalah tipe orang yang ‘gak tegaan’ saat itu. Jadi kalau ada temanku yang bertanya, aku pasti mendahulukan pertanyaan mereka dibandingkan pekerjaanku sendiri. Entah kenapa sejak dulu aku sulit untuk menghilangkan kebiasaan itu. Pada akhirnya, aku malah lebih memprioritaskan soal-soal mereka yang notabene sangat berbeda dengan soalku. Aku lalai terhadap soalku sendiri, dan kejadian ini berulang setiap harinya selama 4 hari hingga Ujian Nasional berakhir. Entah kenapa sebelum pengumuman tentang hasil Ujian Nasional dibagikan, aku sudah merasakan sesuatu yang tak mengenakkan akan terjadi padaku. Tapi aku sama sekali tak tau apa yang akan terjadi itu.
Hari itu, entahlah tanggal berapa, aku hanya dapat mengingatnya samar-samar, yang jelas di tahun 2015. Selembar amplop putih bertuliskan nama dan nomor ujianku tertera rapi di atas mejaku. Segera aku membukanya, dan seketika itu juga aku merasa kehilangan nafas. Nilai UN ku sangat jauh dari yang kuharapkan dan begitu jauh pula dari batas minimal agar dapat melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas favorit yang sejak dulu sudah kuidam-idamkan. Aku jatuh, terpuruk, dan merasa tak punya daya lagi. Kumelihat sekeliling dan kutanyai satu persatu hasil nilai UN beberapa teman yang saat Ujian ‘mencontek’ padaku. Ternyata nilai UN mereka jauh sekali di atasku. Aku bingung, apa salahku? Mengapa orang-orang yang kuberi jawabanku malah nilainya jauh di atasku?
Aku sangat terpuruk saat itu, teman-teman yang dekat denganku pun sama sekali tak bisa menenangkan hatiku. Jelas saja mereka bersantai ria, nilai mereka kan cukup untuk masuk SMA yang mereka inginkan, sedangkan aku? Apa jadinya aku nanti? Apa yang nantinya akan kulakukan setelah lulus SMP ini? Hari itu aku pulang dengan berat hati, aku takut untuk mengatakan hal ini pada orang tuaku. Aku takut mengecewakan mereka, aku begitu takutnya hingga saat pulang aku sama sekali tak mengatakan apa pun saat ditanyai orang tuaku mengenai nilai UN ku. Seharian aku hanya berdiam diri di dalam kamar, sama sekali tak berniat untuk makan ataupun beraktivitas. Saat itu, di mana umurku masih menginjak 13 tahun, aku sudah diberi cobaan yang menurutku cukup berat juga bagi remaja seusiaku. Malam harinya, mamaku masuk ke kamarku, menanyakan apa penyebabnya aku hanya berdiam diri di kamar seharian itu. Aku tak kuasa menahan tangis, langsung saja kuceritakan semuanya tanpa terkecuali pada mamaku.
Pertamanya aku berfikir bahwa nantinya mama akan memarahiku karena nilai UN ku jauh dari kata memuaskan. Namun ternyata yang terjadi benar-benar jauh dari bayanganku. Mama tersenyum lembut dan mengatakan bahwa tidak semua yang kuinginkan akan tercapai. Ada saatnya keinginanku tidak dikabulkan oleh Allah karena Allah ingin tau seberapa beriman hamba-Nya. Awalnya aku merasa bahwa Allah tidak adil mengenai hal ini, namun lama kelamaan aku sadar juga bahwa semuanya pasti ada hikmahnya. Sekalipun rasanya memang pahit dan menyesakkan di awal, namun pasti ada sesuatu yang dapat diambil nantinya apabila pola pikirku tidak sedangkal itu. Mama terus memotivasiku untuk terus melangkah. “Hanya dengan nilai UN yang rendah tak bisa membuat seseorang mati nak, asalkan di masa depan kamu mau berjuang lebih keras untuk mencapai cita-citamu. Katanya mau masuk PKN STAN.” Ya, itulah sepenggal nasihat dari mama tercintaku. Dari hal ini pun aku tersadar bahwa banyak di luar sana anak-anak kecil yang putus sekolah karena tak punya biaya. Sedangkan aku di sini yang sangat beruntung saja masih mengeluh, aku tak bisa membayangkan bagaiman jadinya aku apabila mama tidak mengatakan hal-hal menyejukkan itu.

At least, aku diterima di SMA Negeri 3 Kediri, yah memang jauh dari harapanku sebenarnya, namun aku mencoba untuk menerimanya dengan lapang dada. Aku harap aku bisa terus berkarya di SMA ini. By the way, itu adalah kisahku saat masih kelas IX SMP, sedangkan sekarang aku sudah menginjak kelas XII SMA. Waktu berlalu begitu cepat ya, tak terasa aku sudah hampir lulus saja dari SMA tercinta ini. Memang SMA ku tidak sebagus sekolah favorit yang kuinginkan dulu, namun aku begitu bersyukur dapat diterima di sini. Mungkin, bila aku tak masuk ke sekolah ini, aku tak akan bisa mendapat begitu banyak pengalaman baru yang amat berharga ini. Alhamdulillah Ya Allah, Engkau telah memberikanku sosok malaikat yang amat menyayangiku, mama ^^.

Komentar

  1. Selalu ada hikmah pada setiap kejadian ya mbak. Tetap semangat ya :)

    BalasHapus
  2. pelajaran hidup yg amat berharga ya, mngkin cermin buat diriku jg..

    BalasHapus
  3. Selalu ada Hikmah dari setiap kejadian. Yang kita anggap baik belum teNtu baik bagi kita, begitu juga sebaliknya

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Novel First Girl Karya Luna Torashyngu

Judul  : First Girl Penulis  : Luna Torashyngu Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama Tebal  : 280 halaman ISBN : 978-602-03-1753-3 Genre : Action Dalam novel kali ini, seperti biasa Kak Luna Torashyngu mengangkat tema yang tak biasa. Memang sih, genre action sudah biasa, tapi cara Kak Luna membuat berbagai karakter dengan konflik yang ada benar-benar membuat siapa pun yang membacanya akan ketagihan untuk terus membalik tiap lembaran buku itu hingga akhir cerita. Novel ini menceritakan tentang kehidupan Tiara yang awalnya hanya remaja biasa dan hobi hang-out bersama sahabat-sahabatnya. Namun, semuanya berubah ketika ayahnya terpilih menjadi presiden. Sebagai anak presiden, Tiara mendapat fasilitas pengamanan ketat dari Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres). Sejak itu, kebebasan Tiara seolah terenggut. Saat hang-out dia selalu dikawal. Sebelum jajan di kantin, makanannya dicicipi lebih dulu oleh pengawalnya. Dan yang membuat Tiara bete , dia nggak bebas lagi ngecengin

First Impression

“Shariaaa tungguinnnn,” teriak seorang gadis berjilbab putih dari ujung koridor sambil mengangkat sedikit rok biru dongker nya agar langkahnya lebih leluasa. Bros berwarna merah dengan bentuk stroberi yang terpasang manis di kepala sebelah kirinya berayun-ayun kecil mengikuti setiap langkah kakinya yang tergesa. Sementara di ujung koridor yang lain, gadis dengan seragam yang sama dengan gadis tadi masih berjalan santai tanpa menghiraukan teriakan kawannya itu. Langkahnya tetap sama, tanpa berkeinginan untuk mengurangi kecepatannya. Dari wajahnya tersirat senyuman iseng yang menyebalkan, tentu tanpa sepengetahuan kawannya. “ Hoy Shariaaa!! Tungguinn!” teriak gadis itu lagi sambil menambah kecepatannya untuk menyusul kawannya yang sedang menulikan diri. “ Hueh dipanggilin daritadi juga,” ucap gadis itu setelah bisa menyejajarkan langkahnya dengan gadis satunya, nafasnya lumayan terengah juga karena berlarian dari kelas mereka yang terletak di koridor paling ujung. “Salah sendiri

2017 dan Secuil Pengalaman Baru

Awal tahun 2017, waktu itu aku masih duduk di bangku kelas 11 masuk semester 2. Di awal tahun ajaran, ada salah satu wartawan dari Koran Memo yang mewawancarai organisasi pramuka di sekolahku. Hanya perwakilan saja sih, karena yang diwawancarai hanya BPH dan salah satu anggota dewan yang lain. Kebetulan, aku menjabat sebagai Kerani (sekretaris), maka otomatis aku ikut diwawancarai. Waktu itu, aku mengatakan bahwa impianku di tahun ini adalah menjadi Duta Kesehatan Remaja Kota Kediri tahun 2017 dan bisa membuat karya yang disukai orang lain. Ini terjadi pada awal bulan Januari 2017. Selain itu, aku juga sangat ingin memenangkan olimpiade siswa kota mata pelajaran fisika (karena memang dari kelas 10 aku sudah mengikuti bimbingan olimpiade di sekolahku). Namun, Allah berkehendak lain. Karena begitu padatnya kegiatan pramuka pada bulan Januari hingga Mei, aku jadi tidak bisa untuk berkonsentrasi pada sesuatu yang ingin aku raih. Hingga akhirnya, ketika teman-temanku mengikuti beberapa